Bina Asri Ungkap Kasus Suspect TBC Pontianak Periode 2022-2023 Capai 4.748 orang

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi

PONTIANAK, insidepontianak.com - Komunitas Bina Asri mencatat, kasus suspect Tuberkulosis atau TBS di Kota Pontianak periode 2022-2023 mencapai 4.748 orang.

Dari jumlah itu, hanya 1.574 di antaranya atau 33 persen yang dapat dipastikan benar-benar TBC. Sebab, selebihnya, mereka tidak melakukan pemeriksaan dengan prosedur sebagaimana mestinya.

“Sisanya, sekitar 77 persen, belum melakukan pemeriksaan, dan ini berpotensi menjadi kasus TBC aktif di masa mendatang,” kata Sarinah, Koordinator Program SSR Bina Asri Pontianak

Melihat tingginya kasus suspek TBS ini, maka komunitas Bina Asri ikut berkobalorasi dengan Pemkot Pontianak melakukan upaya-upaya penanggulangan. Kolaborasi ini dilakukan lewat program kegiatan jejaring District Private Public Mix atau DPPM.

“Jejaring DPPM merupakan wadah untuk meningkatkan deteksi kasus dan memastikan perawatan TBC sesuai standar,” kata Koordinator Program SSR Bina Asri Pontianak, Sarinah, Selasa (17/10/2023).

Sarinah mengatakan, dalam implementasi DPPM, masyarakat menggunakan pendekatan public watch untuk memantau dan mengevaluasi kualitas layanan TBC, yang terkait dengan pemenuhan Standar Pelayanan Minimal atau SPM.

Standar ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 4/2019 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 59/2021 yang berkaitan dengan Standar Pelayanan Kesehatan Orang Terduga TBC (OTT).

Menurutnya, untuk mengimplementasikannya diperlukan sebuah platform yang memfasilitasi masukan dan pengalaman penerima manfaat atau pasien dalam mengakses layanan TBC, yang dikenal sebagai Community Based Monitoring Feedback atau CBMF.

Sarinah menjelaskan, CBMF merupakan kerangka kerja berbasis komunitas yang mendorong penerima manfaat untuk mengevaluasi efektivitas, kualitas, aksesibilitas, dampak program, dan layanan kesehatan.

“Saya harap platform ini dapat diisi secara sukarela oleh penerima manfaat dalam hal ini pasien setelah mereka mendapatkan layanan TBC di Fasilitas pelayanan kesehatan atau Fasyenkes,” harapnya.

Selain itu, untuk mengatasi stigma dan diskriminasi terhadap pasien TBC, telah dikembangkan mekanisme CBMF dalam bentuk pertanyaan yang diunggah melalui Google Form, yang dikelola oleh komunitas Bina Asri.

“Pengisian umpan balik dapat dilakukan oleh pasien diseluruh Puskesmas di Kota Pontianak dan faskes swasta yang telah bekerja sama dengan komunitas,” jelasnya.

Ia memaparkan, tantangan yang dihadapi dalam penanganan kasus TBC ini yaitu, kurangnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri.

Padahal, TBC sangat berbaya. Bisa menular dengan cepat ke orang lain. Gejalanya seperti batuk. Penyebab TBC juga dipengaruhi banuak faktor. Di antaranya perokok.

Penularan TBC sangat berbahaya bagi orang yang memiliki riwayat penyakit jantung, ibu hamil, lansia, diabetes, dan anak-anak.

Oleh karena itu, penting bagi orang suspek TBC untuk segera melakukan pemeriksaan agar tindakan pencegahan dapat dilakukan lebih awal, sehingga bisa diobati dan tidak menularkan ke orang sekitar.

Untuk diketahui, menurut laporan TBC Global 2022 yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2023, Indonesia berada di peringkat kedua dunia dengan tingkat penyebaran TBC tertinggi, setelah India.

Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO memperkirakan bahwa terdapat sekitar 969.000 kasus TBC di Indonesia, sementara jumlah kasus yang sudah dilaporkan saat ini sebanyak 717.941 kasus.***

Leave a comment