Ahmad Jamalong: Wasit Kalbar di Kancah Internasional

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi

Sejumlah ofisial tiba-tiba saja menghampiri Ahmad Jamalong beberapa jam jelang laga pamungkas. Kala itu, dia akan memimpin pertandingan final sepak takraw di Asian Games di Doha, Qatar tahun 2006. Mereka hendak menyogoknya. Meminta tim negaranya diuntungkan.

Tegas, Jamalong menolak. Baginya harga diri dan profesionalisme tak sebanding dengan uang. Sesuatu yang tak bisa ditawar.

“Saya kerja profesional, tidak bisa diintimidasi dan dipengaruhi dengan apa pun,” jawab Ahmad Jamalong ke ofisial tim sepak takraw tersebut.

Sampai sekarang, peristiwa tahun 2006 itu tak bisa dilupakannya. Bergabung dalam pengalaman memimpin pertandingan sepak takraw di lebih dari 30 negara.

Termasuk dalam kejuaraan bergengsi seperti Asian Games Doha Qatar 2006, Asian Games Goung Zhou China 2010, dan Asian Games Jakarta-Palembang 2018. Dan sejumlah pertandingan SEA Games yakni, SEA Games XXI di Malaysia 2001, SEA Games XXII 2003 Vietnam, SEA Games XXIII Filipina 2005, SEA Games XXIV Thailand 2007, SEA Games XXV Laos 2009, SEA Games XXVI 2011 Indonesia, SEA Games XXVII Myanmar 2013, SEA Games XXVIII Singapura 2015, dan SEA Games XXIX di Malaysia 2017 dan SEA Games XXX Manila 2019.

Ketua Pengprov Persatuan Sepak Takraw Indonesia (PSTI) Kalbar itu, juga mewasiti ajang Asian Indoor Games di Makau 2006, Asian Beach Games Bali 2008, Asian Beach Games Muscat Oman, Asian Beach Games Phuket Thailand 2014, Kejuaraan Dunia Kings Cup Thailand 2005, 2006, 2008, serta kejuaraan dunia Grand Prix di Penang Malaysia 2004.

Sepak terang Jamalong di dunia olahraga membuatnya sering tampil di layar kaca. Dia pun dinobatkan sebagai salah satu Pelaku Olahraga Berpestasi Nasional. Anugerah tersebut diterima saat Peringatan Hari Olahraga Nasional, 9 September 2019.

Namun capaian itu tak membuatnya jemawa. Anggota Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) KONI Kalbar ini tetap ramah, rendah hati dan jujur. Pesan orang tua selalu terpatri di hatinya.

“Orang tua menanamkan nilai-nilai kejujuran, disiplin dan rendah hati kepada anak-anaknya. Nilai-nilai itu terus saya jaga dalam setiap langkah,” terangnya.

Jamalong berkarier sebagai wasit sejak tahun 1998 untuk lisensi nasional. Dosen IKIP-PGRI Pontianak itu mendaftar ke Pengurus Besar Persatuan Sepaktakraw Indonesia (PBPSI). Prosesnya tak mudah. Seleksinya ketat. Mulai dari seleksi performa hingga kemampuan memimpin pertandingan.

Akan tetapi, bukan Jamalong jika lantas menyerah. Segala tantangan dihadapi. Kini, buah keringat itu dipetiknya. Mimpinya memperoleh lisensi Asian Sepaktakraw Federation (ASTAF) terwujud tahun 2004. Dia sujud syukur.

Empat tahun berselang, Jamalong yang dikenal cermat bertugas itu diutus mewakili Indonesia mewasiti pertandingan internasional dengan lisensi Internasional Sepaktakraw Federation (ISTAF). Dia langsung didapuk memimpin partai final ISTAF World Cup 2008.

“Pengalaman pertama saya mewasiti partai final World Cup yang mempertemukan Malaysia dan Thailand. Pemenangnya Malaysia tahun 2008,” jelasnya.

Sebenarnya, minat olahraga sejak kecil tumbuh dalam diri Jamalong. Bakat itu lahir dari kebiasaan mengikuti sang ibu, Hanameng. Ibunya pemain voli di Kesatuan TNI Linud 700 Makassar. Setiap latihan Jamalong selalu diajak.

“Dari sanalah saya mulai menyenangi olahraga. Termasuk takraw, voli dan basket, dan sering mewakili sekolah,” katanya.

Anak kampung di Enrekang, Sulawesi Selatan itu nyaris tak pernah berpisah dengan sepak takraw. Hari-hari selalu bersama.

“Dulu tiada hari tanpa sepak takraw. Di kampung saya olahraga tradional itu sangat populer,” ujarnya.

Tak disangka, lewat hobi, kemampuan Jamalong terus diasah. Bakatnya pun berkembang. Anak kampung itu, akhirnya menjelma menjadi wasit internasional. Orang kampung dan Indonesia bangga.

Jamalong bertekad membawa kembali kejayaan sepak takraw Kalbar. Salah satunya dengan peningkatan sumber daya manusia pelatih dan wasit, dengan memperbanyak kompetisi secara berjenjang dari usia dini, pelajar dan atlet junior dan senior.

Dirinya menilai, minat generasi muda masih sangat rendah. Sebab olahraga tradisional ini kalah populer dengan cabang olahraga lain seperti futsal. Sementara pemerintah kurang memberi dukungan seperti fasilitas.

“Ke depan saya harap pemerintah memperhatikan dan membantu pemenuhan fasilitas dan anggaran untuk cabor takraw. Kita ingin mengembalikan kejayaan sepak takraw,” ujarnya.

Menjunjung Bumi dan Langit

Ahmad Jamalong lahir di Ujung Pandang, 4 Juli 1967. Dia anak ketiga dari delapan bersaudara. Sejak kecil, mau tak mau menyesuaikan diri dengan lingkungan. Ayahnya, Talo Jafar, seorang prajurit TNI. Ibunya, Hanameng, rumah tangga. Sebagai prajurit, sering kali ayahnya berpindah tugas.

“Saya berpindah-pindah tempat sekolah. Waktu itu ayah pindah-pindah tugas, kami dituntut bisa menyesuaikan diri,” terang Jamalong.

Namun, pepatah ‘di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung’ selalu di ingatan. Menjaga etika dan tata krama membuatnya diterima dan mampu beradaptasi di segala tempat. Termasuk saat harus bertugas di Kalbar sebagai dosen.

Jamalong ingat betul, saat ayahnya bertugas, di Maros, Sulawesi Selatan. Daerah itu masih sangat terisolir, dari Kabupaten Maros. Keluarganya tinggal di asrama Kesatuan Lintas Udara (Linud 700).

“Saat itu menjadi masa yang paling sulit yang dihadapi keluarga. Tidak ada penerang listrik, jalanan berlumpur, sekolah dan pasar sangat jauh,” ceritanya.

Memasuki usia tujuh tahun, dia sekolah di SD Carangki, Kabupaten Maros. Jarak dari asrama sekitar 30 Km. Jamalong harus jalan kaki melewati hutan.

Namun masa itu hanya bertahan satu tahun. Orang tuanya kembali pindah tugas ke Kodim Pangkajene, Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulsel. Di sana, Jamalong hanya sampai di kelas IV SD. Dia pindah sekolah lagi mengikuti orang tua yang bertugas ke Kabupaten Enrekang, Sulsel.

“Di Kabupaten Enrekang inilah saya menamatkan pendidikan jenjang SD, SMP dan SMA,” jelasnya.

Selama SD hingga SMP, Jamalong minim prestasi akademik. Dia anak nakal yang hobi kelahi, jahil, sering bolos dan terlambat. Predikat anak ternakal sempat disematkan kepadanya selama tiga tahun di SMPN 1 Enrekang.

Dia pernah memanjat pagar besi demi masuk dari belakang sekolah. Namun tertangkap basah Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan dan langsung dihukum.

Pascakejadian itu, dia berubah. Patuh terhadap guru dan peraturan sekolah.

Untungnya prestasi olahraga seperti bola voli, basket dan sepak takrawnya menambah kebanggaan.

Puncaknya, kelas II SMA saat dia diamanahkan menjadi ketua kelas.
“Di sinilah kehidupan saya mulai hijrah dari siswa nakal menjadi siswa penyabar, dari siswa bodoh menjadi pandai,” ungkapnnya.

Prestasi akademik Jamalong pun menanjak. Dia memeroleh peringkat satu dan mendapat sertifikat penghargaan dari sekolah, hingga berlanjut ke perguruan tinggi.

Dosen PPKn Bernapas Olahraga

Memiliki karier yang moncer di bidang olahraga, membuat banyak orang mengira Jamalong seorang dosen olahraga. Namun tak banyak yang tahu, dia sebenarnya dosen program studi PPKn IKIP-PGRI Pontianak yang bertugas sejak tahun 1994.

“Saya dosen PPKn bukan jurusan olahraga, tetapi hidup dan hobi saya di olahraga,” tuturnya.

Jamalong memilih terjun ke dunia pendidikan atas keinginannya sendiri. Dia menilai dunia pendidikan lebih menyenangkan dibanding mengikuti jejak sang ayah berkarier di militer. Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara menjadi sosok yang dikagumi.

Niat itu didukung penuh keluarga.

Lulus SMA, Jamalong berlabuh ke IKIP Ujung Pandang tahun 1987. Dia mengambil jurusan Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan masuk tanpa tes melalui jalur undangan Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK).

“Alasan saya mengambil PPKn, pertama adalah mata pelajaran kepribadian dan karakter yang tak pernah hilang dan tergantikan. Kedua, nilai saya 9,” ungkapnya.

Pilihan tersebut pun tak salah. Selama kuliah, prestasi akademiknya sangat baik. Hingga ia mendapatkan beasiswa Tunjangan Ikatan Dinas (TID) dari Kemendikbud dan diangkat jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tanpa tes.

“Selanjutnya tahun 1994 saya jadi dosen dan langsung ditempatkan di kopertis wilayah XI diperbantukan di STKIP atau sekarang IKIP-PGRI Pontianak,” paparnya.

Tahun 1998, Jamalong melanjutkan studi strata dua ke Universitas Negeri Malang. Tahun 2002, lanjut studi S3 di Universitas Negeri Jakarta.

Selain sukses dalam bidang olahraga, karier Jamalong dalam dunia pendidikan juga jempolan. Sejumlah jabatan dipimpinnya mulai dari Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengetahuan Sosial (FIPPS), terakhir Dekan Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK). Kini, jabatan tersebut telah dilepasnya. (Andi Ridwansyah)

Leave a comment