Gen Y & Z: Mudah Loyo dan Sering Pakai Koyo?

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi

Pernah kepikiran nggak buat intip-intip isi tas orang lain?

Bagi penganut budaya kolektivis, mungkin melihat isi tas orang lain terkesan tidak sopan atau disebut sebagai perilaku yang tidak etis.

Sebab, isi tas merupakan bagian dari privasi masing-masing orang yang tidak pantas untuk diketahui oleh khalayak luas.

Tetapi, kali ini penulis memiliki tujuan lain dan ingin mengetahui isi tas dari generasi Y dan Z untuk memperoleh informasi terkait kesadaran mereka terhadap kesehatan fisik maupun non-fisik, melalui persiapan alat-alat pendukung kesehatan.

Sehingga, untuk mengetahui hal tersebut, penulis pun meminta izin kepada target sasaran, agar diperbolehkan melakukan pengecekan isi tas mereka.

Sesuai isi tas orang-orang pada umumnya, sebagian di antara dari mereka membawa alat elektronik (laptop, tablet, handphone), buku, alat tulis, alat makan dan minum, alat make-up dan lain sebagainya.

Ilustrasi - (dokumentasi pribadi)
Ilustrasi. (dokumentasi pribadi)

Setelah ditelusuri, ternyata mereka juga membawa alat-alat P3K atau alat-alat untuk mencegah Covid-19. Seperti, handsanitizer, masker, sabun cuci tangan, tissue kering, tissue basah, bahkan face shield dan dilengkapi juga dengan obat-obatan.

Misalnya, obat untuk sakit magh, obat untuk sakit kepala, obat sakit perut, obat vertigo, obat pegal linu, obat demam, batuk dan pilek hingga vitamin dan suplemen.  

Melihat fenomena ini, penulis melakukan penelitian lebih lanjut melalui proses wawancara dan penyebaran kuesioner.

Dengan mewawancarai 100 orang dari generasi Y dan Z. Selanjutnya, kuesioner telah diisi oleh 111 orang dari generasi Z dan 11 orang dari generasi Y.

Selain itu, 62 orang dari mereka memiliki pendidikan terakhir S1, lalu 52 orang selanjutnya memiliki pendidikan terakhir SMA dan selebihnya ada yang pendidikan terakhirnya SMP, D3, S2.

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, mayoritas pekerjaan mereka adalah mahasiswa, karyawan swasta, ibu rumah tangga, freelancer dan lain sebagainya.

Selain itu, mayoritas partisipan adalah generasi Y dan Z yang berdomisili di kota-kota besar, seperti Jakarta dan Bandung.

Sehingga, hal ini bisa mendasari penulis atau peneliti untuk melakukan penelitian serupa, khususnya di Kota Pontianak atau kota-kota lainnya di Provinsi Kalimantan Barat.

Ilustrasi. (Dok Pribadi)
Ilustrasi. (Dok Pribadi)

Setelah melakukan proses penelitian, penulis menemukan fakta bahwa membawa alat-alat sederhana pendukung kesehatan sudah membudaya di kalangan generasi Y dan Z, serta menjadi kebutuhan dasar mereka saat ini.

Hal ini mengacu pada hasil wawancara yang sebagian dari generasi Y dan Z mengungkapkan, kalau membawa peralatan kesehatan itu adalah mereka yang sudah terindikasi atau didiagnosa oleh dokter terkena penyakit tertentu, seperti maag akut, gerd, vertigo.

Selain itu, ada satu di antara dari mereka yang merupakan penderita Covid-19 varian delta 1 kali dan varian omicron dua kali.

Sehingga, ia rentan terkena penyakit serupa dan jenis lainnya. Padahal, berdasarkan demografi, usia dia masih 27 tahun atau termasuk dalam kelompok generasi Y.

Tidak hanya itu, ada fakta lain yang menunjukkan kalau mereka lebih mudah terpapar atau terinfeksi berbagai macam penyakit.

Sehingga, mereka rutin mengonsumsi obat-obatan yang seharusnya dikonsumsi oleh generasi X dan baby boomers, yang memang sudah mengalami penurunan fungsi organ tubuh.

Tak jarang, mereka dijuluki sebagai generasi jompo yang memiliki tulang lansia, dan mudah rapuh.

Sedangkan, menurut hasil kuesioner yang diisi oleh 122 responden mengatakan kalau alat-alat sederhana pendukung kesehatan yang mereka bawa itu bisa menimbulkan perasaan nyaman, aman, tenang saat berpergian.

Akan tetapi, jika barang-barang tersebut ketinggalan atau tidak dibawa. Maka, mulai bermunculan perasaan gundah, gelisah, cemas atau tidak tenang.

Sehingga, mereka mengatakan kalau ada barang yang habis pakai sudah tidak ada, misalnya handsanitizer, sabun cuci tangan, obat-obatan.

Tentu, mereka langsung membelinya ke toko terdekat atau masuk ke dalam daftar belanja bulanan, layaknya membeli bumbu dapur atau perlengkapan buat mandi.

Dengan begitu, mereka akan selalu membawa alat pendukung kesehatan untuk menjaga diri dari penyakit dan keadaan sakit yang kadang dikonstruksi secara sosial. Selain inisiatif membawa alat-alat sederhana pendukung kesehatan di tasnya.

Mereka juga semakin mawas diri saat dihadapi dengan kondisi tertentu, misalnya polusi udara yang bisa menyebabkan penyakit ISPA atau fnfeksi saluran pernapasan akut.

Terlebih, ada 69,7%/100% dari mereka sudah merasakan dampak dari masalah polusi udara saat ini. Akan tetapi, pandemi Covid-19, telah membangun kebiasaan baru yang positif.

Seperti, menggunakan masker, mencuci tangan, memakai handsanitizer hingga menerapkan pola hidup sehat.

Dengan begitu, kehadiran pandemi di tengah-tengah kita mulai tahun 2020 hingga saat ini sudah di era new normal, telah membawa kebaikan yang tanpa disadari bisa membuat generasi Y dan Z lebih sadar akan informasi kesehatan dan memperhatikan kesehatan dirinya.

Sayangnya, generasi Y dan Z yang melakukan hal demikian, hanya yang lahir pada tahun 1981-2004 saja.

Selain itu, mereka adalah orang-orang yang berpendidikan, tinggal di wilayah urban dan sub-urban dan merupakan kelompok dari kelas menengah ke atas.

Sedangkan, kelahiran di atas tahun 2004 masih perlu diedukasi lagi dan hasil riset menunjukkan kalau mereka kurang peduli terhadap kesehatannya serta mulai melupakan kebiasaan positif saat pandemi Covid-19.

Kembali ke pembahasan awal, penulis memprediksi bahwa alat-alat pendukung kesehatan yang dibawa oleh generasi Y dan Z di dalam tasnya, nanti akan menjadi kebutuhan primer di masa depan.

Terlebih, saat ini kita sedang dilanda pencemaran udara yang dapat memicu berbagai macam Penyakit Tidak Menular (PTM) hingga Penyakit Menular (PM) yang terus bertransformasi, karena adanya perubahan pola makanan dan minuman yang cenderung membahayakan dan kurang bergizi.

Bayangkan saja! Makanan dan minuman yang generasi Y dan Z konsumsi mulai beragam, dari yang tinggi gula, tinggi garam, tinggi kolestrol, tinggi kalori dan lain sebagainya.

Ditambah, makanan dan minuman tersebut sedang hits di media sosial dan didesain sedemikian rupa, agar tampak menggiurkan, bahkan diiklankan oleh para pebisnis untuk menyasar para digital native.

Sehingga, mulai muncul fenomena mukbang, ngopi-ngopi cantik, atau kulineran makanan yang mengandung lemak jahat dan lain-lain.

Tanpa disadari, hal ini pun bisa memicu generasi Y dan Z terancam terkena berbagai penyakit yang umumnya diderita oleh generasi baby boomers dan X.

Belum lagi, generasi Y dan Z ini aktivitasnya lebih sedikit bergerak dan cenderung membuat mereka pasif di usia produktif.

Mereka banyak menghabiskan waktunya di depan laptop, handphone, dan lebih sering menggunakan jasa online untuk berpergian hingga membeli makanan dan minuman.

Walaupun, tetap ada sebagian dari mereka sudah teredukasi dengan baik dan mulai menerapkan move naturally atau “terus bergerak” sebagai syarat untuk hidup sehat dan berumur panjang.

Dengan begitu, besar harapan penulis, para generasi Y dan Z ini tetap menerapkan prinsip lama yang sering kita dengar yaitu, mencegah lebih baik daripada mengobati. Bukan lagi, sadar dan mau mencegah penyakit, karena sudah pernah berobat.

Sehingga, mereka tidak lagi ketergantungan terhadap obat-obatan yang dikonsumsi atau dioles, yang selalu mereka siapkan di dalam tasnya, seperti pemaparan di atas.

Ilustrasi. (dokumentasi pribadi)
Ilustrasi. (dokumentasi pribadi)

Walaupun begitu, tidak mengapa jika harus siap sedia alat-alat pendukung kesehatan, akan tetapi bukan berarti mengindikasikan kalau kita generasi jompo atau generasi penyakitan.

Hanya saja, memang sadar dan peduli terhadap kesehatan diri sendiri, supaya menjadi generasi yang tangguh, energik, kreatif, inovatif, adaptif terhadap ketidakpastian lingkungan seperti pandemi Covid-19 kemarin yang datang secara tiba-tiba dan sifatnya menyerang serta mematikan.

Dengan demikian, apabila generasi Y dan Z sehat lahir dan batin, maka mereka bisa lebih produktif dan menjadi SDM (Sumber Daya Manusia) yang unggul, lagi sejahtera di era bonus demografi.

Ilustrasi. (dokumentasi pribadi)
Ilustrasi. (dokumentasi pribadi)

Begitulah dinamika, dan cara generasi Y dan Z yang tinggal di kota metropolitan dan kota kembang di Indonesia, saat menghadapi krisis kesehatan di era new normal.

Mereka berjuang untuk tetap sehat, ditengah-tengah percepatan zaman yang terus meminta mereka untuk berkontribusi lebih. Lalu, bagaimana dengan generasi Y dan Z yang tinggal di wilayah Indonesia lainnya?

Penulis: Lu’lu Mutia S.Ikom, Normansyah S.Ikom, Najmia Fathia S.Ikom

Tags :

Leave a comment