Fakta-fakta Warga Sambas Meninggal karena Leher Patah Diduga Akibat Dipiting Kades

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi

SAMBAS, insidepontianak.com - Berikut fakta-fakta kasus warga Sambas bernama Marap (52) yang tewas karena leher patah diduga akibat dipiting Kepala Desa berinisial HR.

Korban merupakan penyandang disabilitas tunawicara, yang tinggal di Dusun Elok, Desa Tebuah Elok, Kecamatan Subah.

Menurut cerita Lipi, kuasa hukum keluarga korban, kejadian bermula pada Minggu (9/4/2023), pukul 10.00 WIB.

Saat itu, korban ribut dengan keluarganya karena perselisihan sengketa tanah. Kepala Desa Tebuah Elok berinisal HR datang melerai. Diduga memiting leher korban.

Setelah kejadian ini korban jatuh sakit. Dirawat sampai enam minggu. Korban sempat dibawa keluarga ke rumah sakit dan di-rongtsen.

Hasil pemeriksaan medis itu menemukan gambaran adanya patah di tulang leher. Diduga akibat pitingan yang telah dialami korban.

Malang, pada Minggu (21/5/2023) sekitar pukul 14.00 WIB, korban meninggal dunia. Kasus ini pun diperkarakan pihak keluarga.

"Istri korban sudah melaporkan peristiwa itu ke Polres Sambas, Jumat kemarin dan langsung di-BAP,” kata Lipi kepada Inside Pontianak, Minggu (28/5/2023).

Ia memastikan, Polres Sambas sudah menerima laporan kliennya, dengan sangkaan Pasal 359 dan 360 KUHP.

Adapun Pasal 359 mengatur kealpaan mengakibatkan kematian orang lain serta Pasal 360 yang mengatur kealpaan mengakibatkan orang lain luka.

“Namun saya melihat pasal ini masih lemah, dan akan segera bersurat ke Polda Kalbar untuk menambahkan pasal lain,” ucap Lipi.

Kasatreskrim Polres Sambas AKP I Ketut Agus Pasek Sudina memastikan, kasus ini sudah dalam penanganan pihaknya. Proses hukumnya sudah berjalan.

“Kasus ini masih dalam tahap pemeriksaan saksi-saksi dan akan segera mengarah ke penetapan tersangka,” kata AKP I Ketut Agus Pasek Sudina kepada Inside Pontianak, Minggu (28/5/2023).

Pengamat hukum, Herman Hofi Munawar menilai, kasus ini bukan kelalaian yang menyebabkan korban meninggal dunia.

Sebab, baginya tidak mungkin jika terlapor, hanya bermaksud menenangkan dan melerai tapi caranya memiting leher korban.

"Ini bukan kelalaian. Makanya penyidik jangan tergesa-gesa menggunakan pasal kelalaian. Aspek keadilan mesti dipertimbangkan," pesannya.

Di sisi lain, dia juga mengkritik pola komunikasi kepala desa HR sebagai terlapor dalam kasus ini yang masih sangat lemah.

Menurutnya, yang bersangkutan hanya terkesan menggunakan otoritas jabatannya dari pada membangun komunikasi yang baik. Sehingga upaya melerai justru menimbulkan kekerasan.

"Ini harus menjadi perhatian pemerintah daerah. Umumnya komunikasi kepala desa sangat lemah," kata Herman.

Dalam kasus ini, Dosen Fakultas Hukum Universitas Panca Bakti Pontianak tersebut mendorong penyidik mengenakan Pasal 338 tentang Pembunuhan. (Yak/Andi/Abdul)***

Leave a comment