Pentingnya Prinsip Keterpaduan Bahas Isu Pengelolaan DAS Terpadu

10 Maret 2024 13:24 WIB
Ilustrasi

PONTIANAK, insidepontianak.com – Rapat koordinasi bersama para mitra digelar Forum Daerah Aliran Sungai Kalbar.

Rakor dilakukan di Aula Rimbawan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kalbar.

Dua agenda menjadi topik bahasan. Selain program kerja, juga membahas potensi dan analisis kerawanan bencana banjir di Kalbar.

Rapat koordinasi dibuka Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kalbar Adi Yani yang mewakili Kepala Bidang Rehabilitasi dan Pemberdayaan Masyarakat, Dinas LHK Kalbar Setiyo Haryani.

Kegiatan yang mendapat dukungan penuh dari BPDASHL Kapuas ini mencakup para mitra pembangunan baik akademisi, organisasi perangkat daerah, LSM, dan perwakilan media massa.

Ketua Forum DAS Kalbar Prof Dr Gusti Hardiansyah mengatakan prinsip dasar pengelolaan DAS itu dilaksanakan secara terpadu.

“Ini diawali dari DAS sebagai satu kesatuan ekosistem, satu rencana, dan satu sistem pengelolaan,” ujarnya saat memantik diskusi di Pontianak.

Menurut Gusti Hardiansyah, pengelolaan DAS terpadu melibatkan para pemangku kepentingan, terkoordinasi, menyeluruh, dan berkelanjutan. Termasuk bersifat adaptif terhadap perubahan kondisi yang dinamis sesuai dengan karakteristik DAS.

Pengelolaan DAS terpadu, sambung Gusti Hardiansyah, dapat dilaksanakan dengan pembagian tugas dan fungsi, beban biaya, dan manfaat antarpara pemangku kepentingan secara adil. “Jadi asasnya akuntabilitas.”

Lebih jauh dia menyampaikan bahwa pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara aktivitas manusia dengan sumber daya alam, terutama lahan, vegetasi, dan udara secara rasional di dalam DAS.

“Semua ini dilakukan untuk mendapatkan manfaat barang dan jasa, sekaligus menjaga kelestarian DAS serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ucapnya.
Gusti Hardiansyah juga menjelaskan kondisi aktual terkait pengelolaan DAS.

Di antaranya, tidak ada satu pun instansi atau lembaga yang mempunyai otoritas penuh dalam pengelolan DAS dari hulu ke hilir.

“Pemahanan dan kepedulian para pihak, baik pemangku kepentingan maupun pengusaha dan masyarakat masih kurang. Termasuk tumpang tindih peraturan perundang-undangan antar sektor,” beber Gusti Hardiansyah.

Sejatinya, kata Gusti Hardiansyah, kondisi ideal pengelolaan DAS dilakukan secara holistik, multi pihak, lintas sektoral, dan lintas wilayah.

“Penguatan peran dan fungsi kelembagaan melalui koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan sinergitas (KISS) antar pemangku kepentingan, serta harmonisasi peraturan perundang-undangan yang mendukung pengelolaan DAS,” kuncinya.

Pada rapat koordinasi yang dimoderatori Sekretaris Forum DAS Kalbar Chatarina Pancer Istiyani ini juga menghadirkan dua pembicara lainnya. Mereka adalah Kepala BPBD Provinsi Kalbar Ansfridus J Andjioe, dan Wahyu Jati dari Balai Pengelolaan DAS Kapuas Direktorat Jenderal PDASRH, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Kepala BPBD Kalbar Ansfridus J Andjioe dalam paparannya lebih fokus menyoroti peta risiko bencana di Kalimantan Barat. Bencana yang dimaksud adalah hidrometeorologi.
Menurutnya, penyebab utama bencana hidrometeorologi adalah perubahan iklim dan cuaca ekstrem.

Selain itu, perubahan tekanan udara yang mendadak, dan fenomena El Nino dan La Lina di Samudra Pasifik serta Fenomena Dipole Mode di Samudra Hindia.

Ansfridus juga menyampaikan sejumlah upaya yang telah dilakukan BPBD Kalbar, di antaranya melaksanakan patroli udara dalam rangka pemetaan kondisi parit yang bermuara di Sungai Kapuas.

Selain itu, peta jalur pengumuman apabila terjadi bencana banjir yang masif, dan mengedukasi masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Kapuas dan parit agar peduli dengan lingkungan tempat tinggalnya.

Sementara Wahyu Jati dari Balai Pengelolaan DAS Kapuas dalam paparannya menyoroti perlunya pengelolaan DAS dalam manajemen bencana.

“Manajemen bencana sangat diperlukan dalam konteks pengelolaan DAS,” katanya.

Wahyu menyebutkan, kerusakan DAS akan menyebabkan terjadinya bencana lingkungan seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Hasil kajian juga menyebut kerusakan DAS disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia.

Oleh karena itu, Wahyu mengusulkan pengelolaan DAS sejatinya melibatkan multi disiplin ilmu dan multi pemangku kepentingan.

“Ini harus dilaksanakan secara holistik, terpadu, terencana, tematik, dan spasial,” ucapnya.

Kepala Bidang Rehabilitasi dan Pemberdayaan Masyarakat, Dinas LHK Kalbar Setiyo Haryani mengatakan pengelolaan DAS tidak bisa dilakukan sendiri. “Mengurus DAS perlu kerja-kerja kolaborasi,” pintanya.

Mencermati paparan yang disampaikan, sejumlah peserta merespons positif jika proses pengelolaan DAS dilakukan secara kolaboratif.

Bahkan perwakilan BMKG menganjurkan agar ada diskusi yang lebih intens dan berkala. Sementara perwakilan Biro Hukum Setda Kalbar juga menyoroti perlunya peraturan terkait insentif dan peran para pihak.

Perwakilan media dari Kolase.id Andi Fachrizal juga menyoroti pentingnya merevitalisasi peradaban sungai.

“Peradaban itu kian redup dan sangat mungkin akan menghilang jika kita tidak mengambil langkah-langkah strategi. Terutama memperkuat sumber daya manusia yang hidup dan bermukim di bantaran sungai,” kuncinya.***

Tags :

Leave a comment