Gugatan Batas Maksimal Capres dan Cawapres ke MK Dapat Tambahan Frasa Baru: Dikehendaki Usia Maksimum 70 Tahun

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi

PROBOLINGGO, insidepontianak.com - Gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai batas maksimum Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) terus berlangsung hingga kini.

Dalam permohonan mengenai batas maksimum usia Capres dan Cawapres ini juga mendapatkan tambahan frasa baru. Pemohon mengajukan gugatan ke MK agar dibatasi batas maksimal pada 70 tahun.

Dalam permohonan tersebut, alasan pemohon mengajukan gugatan batas maksimum Capres dan Cawapres memiliki alasan tersendiri. Salah satunya dinilai usia yang lebih 70 tahun dianggap tidak produktif.

Gugatan tersebut bersumber pada sebuah pasal di Undang-Undang Pemilu. Sehingga, orang yang hendak mencalonkan diri menjadi Presiden dan Wakil Presiden mendapat batas usia maksimum.

"Pemohon ingin menambahkan frasa ambang batas umur maksimal 70 tahun yang disyaratkan oleh Undang-Undang Pemilu di dalam Pasal 169 huruf q sebagai calon presiden dan wakil presiden," kata pemohon, sebagaimana dilansir website MK, Selasa (3/10).

Dengan niatan penambahan sebuah frasa baru di dalam pasal Undang-Undang tersebut, mereka berharap agar beban pekerjaan yang akan diemban oleh Presiden dan Wakilnya dapat dieksekusi baik.

Perlu diketahui, permohonan mengenai penambahan frasa pada Pasal 169 huruf q di dalam Undang-Undang Pemilu datang dari dua warga Negara Indonesia sendiri.

Berdasarkan pemberitaan dari laman website MK, diketahui bahwa para pemohon bernama Soefianto Soetomo dan Imam Hermanda.

Lebih mendetailnya, para pemohon mengungkap bahwa tidak adanya batas maksimum di dalam Undang-Undang Pemilu, mengisyaratkan sikap diskriminatif.

Sebab, banyak dari perundang-perundangan yang berlaku di Indonesia mensyaratkan batas maksimum pada anggota TNI, Polisi, PNS, dan Pegawai Swasta.

Bila golongan tersebut telah mencapai batas usia yang ditentukan, mereka pun akan dianggap memasuki usia pensiun.

"Secara nyata hal ini juga sangat diskriminatif dan tidak konsisten sehingga sangat beralasan dan wajar bila para pemohon mengajukan uji materiil terhadap objek permohonan ini," ucapnya.

Selain itu, faktor lain yang menambahkan bahwa pentingnya memberi batasan usia Capres dan Cawapres, yakni dilatari oleh kesamaan beban yang ditanggung oleh Kepala Daerah dan Presiden maupun Wapres.

Sebelumnya diketahui, bahwa dalam gugatan yang disodorkan ke MK tidak terlalu jelas mengenai batas maksimum. Sehingga, Hakim Konstitusi Arief Hidayat memberikan catatan penting yang harus diperhatikan.

Hakim Konstitusi meminta agar pemohon benar-benar mempelajari PMK/2021 yang dijadikan dasar dalam penyusunan permohonan.

"Tidak adanya kejelasan umur maksimal 70 tahun untuk mencalonkan diri menjadi presiden dan wakil presiden di dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu, objek permohonan secara nyata-nyata telah melanggar hak konstitusional diri pemohon dan secara nyata-nyata dalam penerapan objek permohonan," ungkapnya.

Barulah kemudian, pihak pemohon memberikan tambahan frasa dalam permohonan yang diajukan ke MK. Hal itu ditandai dengan penambahan batas maksimum Capres dan Cawapres berusia 70 tahun.

"Sehingga pada petitumnya harus disesuaikan dengan hal yang diinginkan para pemohon. Jika melihat permohonan yang ada saat ini, bisa saja dinyatakan kabur karena tidak menyatakan dengan jelas," jelas Arief.

Dengan demikian, permohonan batas maksimum bagi seseorang yang ingin menjadi Capres dan Cawapres mendapat tambahan baru berupa frase 70 tahun.

Artinya, permohonan yang dilakukan oleh kedua dua Warga Negara Indonesia ini berada di babak baru. (Dzikrullah) ***

Leave a comment