Jejak Benteng Mayangan di Kota Probolinggo: Saksi Sejarah Tak Benda Rekam Masa Pra Kemerdekaan Menjadi Wisata

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi
PROBOLINGGO, insidepontianak.com – Benteng Mayangan kini telah berusia lebih dua setengah abad lebih, bangunan yang terletak di Kota Probolinggo ini merekam kisah pilu masa pra kemerdekaan Indonesia. Benteng Mayangan sendiri merekam dengan jelas masa transisi Kota Probolinggo kuno, dari kungkungah pemerintah koliniak Belanda hingga kemerdekaan Indonesia direbut oleh masyarakat Nusantara. Benteng Mayangan sendiri dibangun untuk menandai pusat perdagangan Kota Probolinggo tempo dulu saat jatuh ke tangan Belanda. Tepatnya, benteng ini menjadi pintu masuk ekspor dan impor kekayaan bumi Nusantara. Adapun aksesnya cukup mudah, benteng yang dibangun oleh pemerintahan kolonial tersebut terletak di Rt 5/ Rw 2, Jl. Ikan Lumba-Lumba, Kecamatan Mayangan. Oleh sebabnya, nama Mayangan tersemat padanya. Jauh sebelm Pemkot (Pemerintah Kota) mengambil alih secara administrasi, benteng yang telah berusia dua setengah abad ini menjadi ikon tersendiri dari Kota Probolinggo. Tepatnya di tahun 2011, bangunan kuno tersebut kerap dikunjungi oleh rombongan yang ingin mengetahui sejarah Kota Anggur dan Mangga. Mereka biasanya turis lokal yang datang secara berkelompok, baik menggunakan transportasi umun atau pribadi. Adapun sejarahnya sendiri, Benteng Mayangan dibangung pada tahun 1743 tatkala perdagangan penerintah penjajah yang tergabung di dalam wadah VOC membutuhkan benteng yang kokoh. Hal itu disebabkan, pusat pertukaran barang antar dalam dan luar Negeri diperlukan adanya kantor yang mencatat hilir mudik produksi. Selain itu, benteng memiliki fungsi untuk menjaga pertahanan ketika serangan musuh dari laut menyerbu. Setelah berkutat pada urusan perdagangan, bangunan tua ini kemudian beralih fungsi menjadi pusat pemerintahan Kadipaten Banger pada tahun 1768. Sehingga di dalamnya diisi oleh beragam dokumen penting terkait segala hal yang berhubungan dengan masyarakat. Tidak lama setelah itu, pada tahun 1805 sampai 1813 Benteng Mayangan kembali ke jati diri semula. Yakni sebagai garda terdepan untuk menjaga pertukaran barang baik keluar ataupun yang akan masuk. Ketika tentara Inggris merongrong masuk dan menduduki wilayah Kota Probolinggo di tahun 1941, bangunan ini tidak lagi berfungsi dan dibiarkan terlantar tidak terurus. Dua tahun berselang, pemerintahan dan pasukan Belanda berhasil mengusir tentara Inggris. Akhirnya dalam kurun waktu tahun 1945 sampai 1950 Benteng Mayangan menjadi markas tank pasukan Belanda. Karena terdapat pengusiran masal orang luar di bawah pemerintahan presiden Soekarno, bangunan tersebut tidak berpenghuni kembali. Barulah pada tahun 2013 turun Perda (Peraturan Daerah) yang mengambil alih benteng. Sayangnya, kini arsitek Benteng Mayangan banyak yang runtuh. Namun, beberapa ruang masih terjaga sehingga masyarakat setempat bergotong royong untuk merenovasi kembali. Untuk memberi pamor sejarah Kota Probolinggo, banyak sekali event rakyat berupa teater atau panggung musik di selanggarakan di momen tertentu. Bangunannya sendiri terbuat dari material batu merah yang direkatkan oleh lumpur. Tingginya menjulang hingga dua meter, serta memiliki ketebalan tembak setengah meter. Di bagian atas terdapat banyak sekali jendela pengintai, biasanya tempat ini digunakan untuk melihat suasana sekitar. Bahkan ketika terjadi pertempuran, jendela kecil ini merupaka titik terbaik untuk membidik musuh dengan laras panjang. Kemudian juga dilengkapi oleh lubang caruk yang cukup besar, bolongan ini menjadi spot utama tentara Belanda menempatkan meriam dan mengarah ke musuh. Pengunjung juga bisa mendapatkan informasi penting akan sejarah Benteng Mayangan, pasalnya tersapat papan informasi terpasang dengan jelas menceritakan masa-masa Kota Probolinggo di bawah kungkungan pemerintah kolonialisme. (Dzikrullah).***

Leave a comment