Muslim Wajib Tahu, Bolehkah Mengganti Zakat Fitrah dengan Uang?

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi
PROBOLINGGO, Insidepontianak.com – Terkadang dengan beralihnya jaman dengan teknologi modern membuat orang bermalas-malasan. Mereka pun kini lebih memilih menunaikan Zakat Fitrah dengan uang. Di dalam Fiqih, sebenarnya Zakat Fitrah wajib ditunaikan dengan memberikan makanan pokok dan bukan berupa uang. Melalui pengajaran syari'at, alasan kenapa Zakat Fitrah harus berupa makanan pokok adalah untuk menyucikan badan seorang Muslim. Oleh sebabnya, hal itu membedai dengan bentuk Zakat lain. Mengacu kepada aturan main syari'at seperti di atas timbullah pertanyaan, apakah sah bila Zakat Fitrah di ganti dengan uang? Bila merujuk kepada pendapat ulama' bermadzhab Syafi'iyah, fenomena tersebut tidak boleh. Hal ini diungkapkan langsung olej Syaikh Nawawi Al-Bantani: وواجب الفطرة لكل واحد صاع من غالب قوت بلد المؤدى عنه وإن كان المؤدي بغيرها من جنس واحد "Adapun kewajiban Zakat Fitrah ialah satu sha' dari makan pokok yang lumrah di daerah Muzakki (pengeluar Zakat), sekalipun orang yang menerimanya berasal dari tempat lain," dikutip dari Kāsyifatu as-Sajā, Jum'at (31/3). Bila pembaca Insidepontianak merasa masih ingin kokoh untuk menunaikan Zakat Fitrah dengan uang, diharapkan agar mendatangi tempat amil penerima Zakat terdekat. Biasanya mereka akan mereka akan menerima uang muzakki untuk dibelikan makanan pokok. Dengan begitu, Zakat Fitrah yang ditunaikan masihlah berupa beras. Di lain pihak, salah satu madzhab empat yaitu Abu Hanufah membolehkan membayar Zakat Fitrah dengan uang. Perlu diketahui, penunaian Zakat Fitrah dengan uang tidak bisa sembarangan. Kaedah satu sha' dari makanan pokok berlaku, sehingga yang dibayarkan sepadan dengannya. Skala satu sha' bila dikonversi dengan timbangan modern sama dengan 2,75 kg, atau setara 3,5 liter beras. Salah satu ulama' populer juga menjelaskan terkait kebolehan mengganti Zakat Fitrah. Dia berkata: فَإِنْ أَعْطَى قِيمَةَ الْحِنْطَةِ جَازَ عِنْدَنَا ؛ لِأَنَّ الْمُعْتَبَرَ حُصُولُ الْغِنَى وَذَلِكَ يَحْصُلُ بِالْقِيمَةِ كَمَا يَحْصُلُ بِالْحِنْطَةِ ، وَعِنْدَ الشَّافِعِيِّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى لَا يَجُوزُ ، "Jikalau (Zakat Fitrah) diberikan dalam bentuk harga gandum, maka boleh di kalangan kita (Hanafiah). Karena, apa yang menjadi pokoknya adalah tercapainya kecukupan (makanan pokok bagi muzakki), dan pada kasus itu telah tercukupi dengan harga (satu sha') gandum. Akan tetapi, dalam mayoritas ulama' Syafi'iah tidak boleh," dinuqil dari kitab al-Mabsūth, Jum'at (31/3). Sebenarnya pokok masalah perbedaan tersebut disebabkan makanan pokok yang paling utama, dibandingkan dengan harga yang sepadan dengannya. وَأَصْلُ الْخِلَافِ فِي الزَّكَاةِ وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ الْأَعْمَشُ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى يَقُولُ : أَدَاءُ الْحِنْطَةِ أَفْضَلُ مِنْ أَدَاءِ الْقِيمَةِ "Asal mula perbedaan pendapat di dalam Zakat (Fitrah) yakni karena Abu Bakar Al-A'masy berpendapat bahwa menunaikan (Zakat) berupa gandum (makanan pokok) lebih utama dibandingkan harganya." lanjut Imam Nawawi. Melalui perbedaan di antara ulama', sebenarnya agar ummat Muslim dapat melakukan ibadah dengan mudah. Kesimpulannya yaitu dalam madzhab Syafi'iah tidak boleh mengeluarkan Zakat Fitrah berupa uang, sedangkan Abu Hanifah dan pengikutnya membolehkan. *** Sumber: Kāsyifatu as-Sajā dan al-Mabsūth (Penulis: Dzikrullah)

Leave a comment