Kemunculan Tuyul Akibat Kesejahteraan Sosial yang Tak Merata: Si Miskin Cemburu ke Si Kaya?

25 November 2022 15:13 WIB
Ilustrasi

Insidepontianak.com – Berbicara masalah dedemit pastinya akan mengarah kepada aura mistis, horror, dan bisa bikin beberapa orang mengalami susah tidur. Hal ini sangat berbeda bila kita berbicara mengenai Tuyul.

Tuyul merupakan jenis makhluk halus yang kerjaannya hanya mencuri uang, dia tidak akan pernah menampakkan bila tujuannya hanya untuk menakut-nakuti seseorang.

Dengan perjanjian yang dibuat oleh si punya hajat melalui ritual khusus, Tuyul atau dedemit mungil ini pun akan mematuhi tuannya.

Baca Juga: Tes IQ: Hi Jenius, Temukan Kuda yang Hanya Bisa Dilihat 5% dalam 10 Detik! Gunakan Mata Kamu Baik-baik

Bila perjanjian sudah disetujui antara calon bos dan Tuyul, ia pun harus merawat makhluk halus berkepala pelontos ini selayaknya anaknya sendiri.

Diantara beberapa kewajiban tersebut antara lain memberinya makan dengan kacang hijau setiap hari.

Sedangkan bila si tuan memiliki pasangan nikah, dia pun harus merelakan istrinya untuk menyusui Tuyul secara rutin.

Hal tersebut wajib ditunaikan agar dedemit bertubuh kecil ini memiliki sifat loyalitas kepada majikannya dan memang ini jalan satu-satunya, bila tidak ia pun akan marah serta dapat memutus kontrak.

Bila dilacak lebih mendalam kepercayaan mengenai Tuyul telah dianut oleh orang Jawa berpuluh-puluh tahun silam.

Cilfford Geerzt menerangkan, dalam 'The Java Religion', puing-puing mitologi tersebut sebenarnya berasal dari reruntuhan kepercayaan agam Hindu silam.

Dia melakukan peneltian di desa Modjokuto (diduga kini berganti nama menjadi kota Pare, Kediri) pada tahun 1950-an. Dalam tulisannya dia menjelaskan bahwa "Terdapat tiga orang di kota Modjokuto yang dituduh memelihara Tuyul, seorang jagal, perempuan pengusaha tekstil yang mendapatkan kekayaan ketika kependudukan Jepang, dan seorang pebisnis Pak Haji Tua yang mendadak kaya sebelum masa perang," tulisnya.

Namun diantara mereka bertiga, Pak Haji Tua lah yang paling dikenal ceritanya. Geerzt menuliskan tentang desas-desusnya bahwa "Pak Haji medapatkan Tuyul melalui perjanjian seperti biasanya," dia menjanjikan akan mengorbankan empat orang sebagai tumbal "... bahkan dia mencari mereka sampai ke tanah Makkah," lanjutnya.

Geerzt juga menuturkan bahwa orang yang didapati memelihara Tuyul pasti menemui ajalnya dengan melarat. Dikabarkan bahwa sang majikan akan disiksa di neraka, melalui sakaratul maut yang panjang, bahkan sebelum kematian datang demam tinggi akan menimpanya.

Tuyul Lahir Akibat Kecemburuan Sosial

Dalam 'The Java Religion' (1976;21), Clifford Geerzt juga berhasil mengidentifikasi mengenai tuduhan pemilik tuyul menyasar kepada status individu tertentu, mereka biasanya berasal dari golongan orang kaya dadakan saja.

Sebelum seseorang menjadi kaya mendadak "dia biasanya mengalami kemelaratan; memakai baju lusuh, mandi di sungai dengan kuli, dan makan 'sego jagung' – daripada nasi putih," tulis Clifford, ketika mereka memperoleh harta yang melimpah secara spontan, wataknya pun berubah.

Karakter kedua yang biasanya dituduh melakukan kongkalikong dengan Tuyul, dalam penelitian Clifford, terdapat pada watak seseorang yang kemudian menjadi arogan, sombong, dan suka berteriak-teriak bila berbicara ketika mendapatkan kekayaan secara tiba-tiba.

Pada masa itu, orang kaya secara mendadak acap kali mendaptkan fitnah bekerja sama dengan makhluk halus untu melancarkan rejekinya. Hal ini juga dibenarkan oleh sejahrawan Indonesia yang memiliki darah keturunan Cina, Ong Hok Ham, dalam bukunya berjudul 'Dari Soal Priyayi sampai Nyi Blorong' (2008;182).

Ong Hok Ham menjelaskan dkesulitan orang Jawa akibat kebijakan pemerintah kolonial Belanda mengenai program 'Tanam Paksa' membuat warga pribumi menderita kemelaratan. Akibatnya, masyarakat yang miskin bila menjumpai seseorang dengan kekayaan melimpah biasanya tidak bisa ditemukan dari golongan mereka.

Orang kaya tersebut hanya dikategorikan berasal dari keturunan Cina ataupun warga minoritas lainnya, hal inilah penyebab utama kenapa mereka tidak bisa menerima kelompoknya, pribumi Jawa, bila salah satu golongannya menjadi kaya mendadak.

“Di mata masyarakat Jawa, kekayaan seseorang khususnya pengusaha, tidak memiliki legitimasi, artinya jelek, karena berpakta dengan tenaga halus yang jahat,” jelang Ong.

Oleh karenanya, mereka biasanya akan menuduh orang kaya mendadak dari warga lokal melakukan perjanjian dengan iblis, hal ini juga berlaku dengan rumor memelihara Tuyul. Lebih lanjut, Ong Hok Ham menerangkan konsep berpikir tersebut sudah ada semenjak zaman kerajaan dulu.

Para Raja biasanya melakukan cara jitu untuk membuat rakyatnya mengakui kekuasaannya, bisa ditemukan banyak diantara penguasa, seperti kerajaan Mataram di abad ke-17, mengisukan dirinya melakukan perjanjian untuk mengokohkan statusnya dengan Nyi Roro Kidul atau jenis makhluk mitologi lainnya.

Akibatnya, kebiasaan tersebut terus berkembang dan diwarisi oleh pribumi. Mereka akan menuduh orang kaya dadakan melakukan kerja sama dengan Tuyul ataupun jenis makhluk halus lainnya.

Namun tuduhan tersebut hanya ditujukan kepada golongan orang kaya yang berwatak sombong, arogan, dan acuh tak acuh kepada tetangganya yang miskin.

Dalam pandangan mereka perolehan harta melimpah, walaupun dengan cara halal, sangat tidak masuk akal bila caranya tidak bisa dicerna secara gamblang oleh masyarakat Jawa pada umumnya di masa itu.

Baca Juga: Viral Video Anak Panggil Ibunya di Reruntuhan Gempa di Cianjur, Bikin Hati Pilu

“Tidak ada yang tidak terlihat dalam usaha mengumpulkan kemakmuran materil (sekecil apapun) dalam masyarakat petani. Prosesnya harus terbuka, dapat dipahami, bahkan bersifat umum, seperti kombinasi antara kerja fisik dan kebijaksanaan, ritual yang sifatnya pragmatis, serta pelaksanaan kewajiban agama dan komunitas,” tulis sejarawan keturunan Cina tersebut.

Itulah kenapa orang yang mendapatkan kekayaan melimpah dalam tempo singkat mendapatkan stigma negatif akibat ketimpangan sosial.***

Tags :

Leave a comment