Peringatan dari Sri Mulyani di 2023: Resesi hingga Perubahan Iklim Ancam Ekonomi Global

9 Januari 2023 12:13 WIB
Ilustrasi

JAKARTA, insidepontianak.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani memberi peringatan terhadap ancaman ekonomi global 2023.

Sri Mulyani menyatakan, Indonesia perlu waspada terhadap berbagai potensi ancamanan ekonomi global 2023.

Ia menyebut, ekonomi global di 2023 terancam resesi, akibat beberapa hal. Mulai dari utang, geopolitik, hingga perubahan iklim atau climate change.

“Saya ingin sampaikan beberapa alasan untuk kita waspada, sebelum kita optimis (red, pada 2023),” kata Srimulyani dalam CEO Banking Forum di Jakarta, Senin (9/1/2023).

Baca Juga: Ruslan CS Jebol Dinding Lapas Pangkalan Bun dengan Posisi Tangan Diborgol

Sri Mulyani menuturkan potensi resesi tahun ini salah satu mulai tercermin dari Dana Moneter Internasional (IMF) yang memperkirakan ekonomi global 2023 hanya tumbuh 2,7 persen.

Perkiraan IMF terhadap ekonomi global 2023 tersebut lebih rendah dibandingkan perkiraannya untuk pertumbuhan ekonomi 2022 yang sebesar 3,2 persen bahkan realisasi pertumbuhan 6 persen pada 2021.

Melalui perkiraan itu, IMF pun memprediksikan 30 persen sampai 40 persen dari perekonomian negara-negara di dunia akan mengalami resesi pada tahun ini.

Selain ancaman resesi, dunia turut dihadapkan dengan adanya utang negara yang sudah tidak sustainable atau berkelanjutan pada 2023.

Baca Juga: Buka Keterisoliran 6 Desa, Gubernur Kalbar Sutarmidji Resmikan Jembatan di Ambawang

Terdapat lebih dari 63 negara di dunia yang utangnya dalam kondisi mendekati bahkan sudah tidak berkelanjutan hingga hal ini menjadi salah satu topik utama dalam gelaran Presidensi G20 Indonesia.

“Tahun 2023 dunia harus menjinakkan inflasi dengan menaikkan suku bunga pada saat debt stock-nya tinggi pasti berdampak tidak hanya resesi tapi di berbagai negara yang utangnya sangat tinggi berpotensi mengalami debt crisis,” jelas Sri Mulyani.

Terlebih lagi, ia mengatakan utang negara-negara di sekitar Asia Selatan saat ini semuanya sedang kondisi stres mulai dari Bangladesh, Sri Lanka dan Pakistan masuk menjadi pasien IMF.

Tak hanya berhenti sampai di situ, pergeseran fundamental yang terjadi pada geopolitik turut memperparah dunia yang sedang dihadapkan dalam kondisi risiko ekonomi dan keuangan karena akan mengganggu supply chain global.

Baca Juga: Kuota Haji Indonesia Tahun 2023 Sebanyak 221 Ribu Orang, Umur 65 Harap Waspada

Sementara krisis yang tak kalah mengancam adalah terkait perubahan iklim yang saat ini aspek tersebut sudah menjadi pembicaraan mainstream di dunia termasuk dalam financial market.

Sri Mulyani menjelaskan perubahan iklim juga menjadi topik utama dalam G20 termasuk mengenai sustainable finance dan memasukkan risiko perubahan iklim terhadap setiap keputusan perencanaan penganggaran di sektor keuangan.

“Termasuk perbankan, Anda akan mengalami regulasi yang harus di-consider di mana climate change menjadi faktor risiko yang di-recognize bisa mempengaruhi tidak hanya sustainability tapi juga sistematically important,” tegasnya.***

Tags :

Leave a comment