Kota, Pontianak dan Pemberdayaan Warga

21 Maret 2024 02:21 WIB
Telur dihias sebagai perlengkapan dalam acara festival arak-arakan pengantin.(Foto Muhlis Suhaeri)

Kota sebagai tempat tinggal warga menjadi satu titik penting bertemunya berbagai konsep pembangunan kota, kepentingan ekonomi dan kebutuhan sosial warga. Karena itu, memadukan berbagai kepentingan tersebut, harus ada suatu cara cerdas agar kota menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi penghuninya.

Berdasarkan data dari Ir Hayu Parasati, Direktur Perkotaan dan Pedesaan, Kementerian PPN/Bappenas, persentase penduduk di kota dan pedesaan adalah sebagai berikut; tahun 2010, sekitar 50% penduduk dunia menempati wilayah perkotaan. Tahun 2015, sekitar 55% yang menempati perkotaan. Tahun 2020, sekitar 60% menempati perkotaan. Tahun 2025, sekitar 67,5% menempati perkotaan.

Peningkatan jumlah penduduk yang tidak disertai dengan ketersediaan sumberdaya sehingga di perkotaan, dapat ditemui kondisi kekurangan pekerjaan, kekurangan lahan dan air bersih, hingga fasilitas umum yang terus berkurang, termasuk dalam pemberdayaan warga. 

Prof John Rennie Short, seorang perancang tata kota di Inggris pernah memaparkan, kota merupakan ladang pertempuran ekonomi (economic battle ground). Tak heran bila, siapa yang memiliki kekuatan financial, bakal menentukan suatu wajah atau tata kota.

Karenanya, wajah kota-kota besar saat ini, selalu diisi dengan pusat perbelanjaan, mall, apartemen yang mengitari seluruh wilayah kota. Pembangunan kota menyisakan sedikit ruang terbuka hijau bagi masyarakat. Kurangnya ruang hijau bagi kota, tentu saja berimbas pada berbagai permasalahan lingkungan. Mulai dari banjir, sampah, polusi, kota yang tak nyaman untuk ditinggali dan lainnya.

Nah, bagaimana dengan kota sebagai ladang pertempuran ekonomi tersebut? Di mana posisi masyarakat sebagai penghuni di dalamnya?

Kita tentu tidak ingin, warga kota yang menempati suatu wilayah menjadi tersisih dan tidak punya daya serta kekuatan, dalam mengembangkan kehidupan ekonomi mereka.

Dalam teori ekonomi, pasar yang cenderung dibiarkan berlaku bebas, akibatnya tentu saja bakal melindas para pelaku ekonomi lainnya.  Terutama para pelaku usaha yang memiliki modal kecil. Bila hal itu terjadi, bakal membuat warga yang menjadi pelaku ekonomi kecil tersebut, jatuh bangkrut dan berguguran satu persatu.

Kita tentu saja percaya dengan teori Charles Darwin yang terkenal itu, “Survival On the Fittest”, bahwa suatu seleksi alam bakal menghasilkan individu yang dominan dan kuat. Mereka yang mampu beradaptasi akan bertahan dan hidup lestari.

Kita tentu ingin para pelaku ekonomi kecil di Kota Pontianak, tidak terlindas begitu saja dengan para pemodal besar. Pemerintah Kota Pontianak mesti melakukan berbagai cara, agar ekonomi warga bisa terus berkembang dan tumbuh dengan baik. Misalnya, melalui pembangunan infrastruktur yang berkesinambungan dan lebih baik. Tujuannya, tentu saja bisa memperlancar berbagai arus barang dan jasa yang ada.

Seperti kita lihat, jalan-jalan di Kota Pontianak, jembatan, dan berbagai infrastruktur sudah sedemikian baik. Namun, hal itu ternyata belum cukup untuk mendukung kegiatan ekonomi warga.

Warga harus diberi insentif lebih. Harus ada pendampingan dan pemberian kepercayaan langsung melalui sektor permodalan. Sehingga bisa langsung menyentuh dan menggerakkan sektor ekonomi warga. Pemerintah Kota Pontianak, melalui dukungan perbankan bisa melakukan pemberdayaan dengan pemberian insentif dan permodalan, dengan skala dan jenis usaha yang ada di masyarakat.

Apakah cara itu tidak berisiko? Bagaimana bila warga tidak membayar cicilan yang digunakan untuk modal? Bagaimana sistem pengawasannya?

Nah, tentu Pemkot Pontianak harus memberikan pendampingan terhadap warga. Ada sosialisasi mengenai sistem perbankan. Membangun sistem permodalan, pembayaran, risiko yang harus ditanggung bila kredit macet, dan lainnya. Warga juga mesti diberikan pelatihan dan sistem manajemen yang baik. Sehingga mereka bisa lebih berdaya dalam mengembangkan usaha yang dijalani.

Hasilnya, kita sudah melihat banyak keberhasilan di tingkatan warga. Bahwa, ketika mereka diberi kepercayaan mengelola dana permodalan, mereka bisa menjaga dan menggunakannya sebaik mungkin, untuk menopang usaha yang dilakukan.

Kita bisa melihat bahwa, bila warga diberi kepercayaan dan pendampingan, mereka bisa mengerjakan suatu pekerjaan yang dapat menopang kehidupan mereka.

Dari sini kita berharap, Kota Pontianak dapat menjadi kota yang ramah kepada para penghuninya. Dalam berusaha maupun menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Semoga.

Penulis:

Muhlis Suhaeri, CEO di Inside Pontianak

Leave a comment