Di Manakah Wajib Bayar Zakat Fitrah sebagai Seorang Perantau: di Kampung atau di Tempat Perantauan?

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi
PROBOLINGGO, Insidepontianak.com – Di manapun tempatnya, baik ketika sudah mudik ke kampung halaman atau masih berada di tempat perantauan seorang hamba yang ta'at wajib menunaikan Zakat Fitrah. Zakat Fitrah ditunaikan setiap setahun sekali menjelang sholat Idul Fitri, kebetulan pada waktu lagi musimnya mudik ke kampung halaman dari tempat perantauan bagi orang Indonesia. Mengingat mempunyai dua identitas di tempat yang berbeda, yakni kampung dan tempat perantauan, lantas di manakah dia harus menunaikan Zakat Fitrah? Memang sedikit menimbulkan kegamangan bagi pembayar Zakat Fitrah, karena mengingat dia berasal dari kampung halaman yang bekerja jauh di tempat perantauan. Di dalam aturan Zakat Fitrah sendiri diwajibkan untuk mengeluarkannya yang terdiri dari makanan pokok tempat muzakki bermukim. Artinya, dia harus mengeluarkannya kepada golongan mustahik di mana dia berada. Hal itu dipegang teguh oleh para ulama' yang bermadzhab syafi'iah. Sebagai contoh, jika pada waktu wajib mengeluarkan Zakat Fitrah berada di tempat perantauan maka dia harus menunaikannya di lingkungan kerja. Begitupula kalau seandainya telah mudik dan sampai di kamoung halaman, maka Zakat Fitrah yang harus di keluarkan wajib di tempat asalnya. Bila berpedoman ke pendapat Hanafiyah, seyogyanya dia harus mempertimbangkan tentang daerah yang paling dibutuhkan. Tidak sebatas itu saja, Abu Hanifah dan pengikutnya juga sangat membolehkan mengeluarkan Zakat Fitrah dari daerah asal. قَالَ الْحَنَفِيَّةُ يُكْرَهُ تَنْزِيهاً نَقْلُ الزَّكَاةِ مِنْ بَلَدٍ إِلَى بَلَدٍ آخَرَ إِلَّا أَنْ يَنْقُلَهَا إِلَى قَرَابَتِهِ الْمَحَاوِيجِ لِيَسُدَّ حَاجَتَهُمْ، أَوْ إِلَى قَوْمٍ هُمْ أَحْوَجُ إِلَيْهَا أَوْ أَصْلَحُ أَوْ أَوْرَعُ أَوْ أَنْفَعُ لِلْمُسْلِمِينَ، أَوْ مِنْ دَارِ الْحَرْبِ إِلَى دَارِ الْإِسْلَامِ، أَوْ إِلَى طَالِبِ عِلْمٍ، أَوْ إِلَى الزُّهَّادِ، أَوْ كَانَتْ مُعَجَّلَةً قَبْلَ تَمَامِ الْحَوْلِ، فَلَا يُكْرَهُ نَقْلُهَا. وَلَوْ نَقَلَهَا لِغَيْرِ هَذِه الْأَحْوَالِ جَازَ؛ لِأَنَّ الْمَصْرَفَ مُطْلَق "Pengikut Hanafi berpendapat, memindahkan distribusi zakat dari satu wilayah ke wilayah lain hukumnya makruh tahzih (boleh), kecuali pemindahan tersebut diberikan kepada keluarga dekatnya yang membutuhkan untuk memenuhi kebutuhan mereka, ke suatu kaum yang paling membutuhkannya, yang lebih baik, yang lebih wirai, yang lebih bermanfaat buat kalang muslim, "Atau dari dar al-harb (wilayah perang) ke dar al-islam, kalangan penuntut ilmu, orang-orang yang zuhud, atau zakat tersebut disegerakan penunaiannya sebelum masa haul tiba, "Dalam konteks ini maka tidak makruh untuk memindahkan distribusi zakat ke wilayah lain. Dan seandainya pemindahan zakat tersebut bukan dalam konteks ini maka boleh karena penerima zakat adalah orang-orang faqir secara mutlak." jelas Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islāmi wa Adillatuhu, Jum'at (31/3). Dalam golongan terakhir ini, mereka mempunyai alasan tertentu yang di antaranya berupa agar Zakat Fitrah dan jenis Zakat lainnya bisa digunakan lebih layak. Kesimpulannya, bila perantau masih berada di tempat kerjanya selayaknya dia menunaikan rukun Islam ke tiga ini di tempat rantau dalam pandangan Syafi'iyah. Begitupula sebaliknya, bila dia sudah menginjakkan kaki di kampung halaman secara otomatis Zakat Fitrah harus diberikan ke pada orang sekitar. Atau, bila merasa di tempat tinggalnya jarang ditemukan yang bisa mengolah Zakat Fitrah dengan baik, maka dalam pandangan Hanafiah harus di distrubiskan ke daerah yang lebih membutuhkan. *** Sumber: al-Fiqh al-Islāmi wa Adillatuhu, Juz. 2 (Penulis: Dzikrullah)  

Leave a comment