Pendidikan Antikorupsi Penting Bagi Dunia Pendidikan

3 Maret 2024 09:28 WIB
Ilustrasi
PONTIANAK, insidepontianak.com - Pendidikan Antikorupsi penting diberikan bagi dunia pendidikan di Indonesia. Alasannya, mereka nanti yang bakal mengelola negeri ini. Berdasarkan peta dunia korupsi, Indonesia merupakan salah satu negara dengan indikator merah. Artinya, banyak terjadi korupsi di Indonesia. "Karena itu, pendidikan Antikorupsi menjadi sesuatu yang penting bagi dunia pendidikan," kata Dr Erdi Abidin, Dosen Fisip Untan, di Pontianak, Selasa (22/2/2023). Erdi memberikan contoh dua negara di dunia yang korupsinya sangat kecil, bahkan bisa saja nol. Dua negara itu adalah Selandia Baru dan Finlandia. Ada beberapa hal, mengapa mata kuliah Antikorupsi penting diberikan dalam dunia pendidikan. Pertama, sebagai cara, agar penyelenggara negara, bisa bekerja sesuai dengan norma yang sudah ditetapkan. Kedua, mengantisipasi terjadinya korupsi. Ketiga, supaya korupsi bukan menjadi budaya. Di Indonesia, mesti dibentuk lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal, sudah ada lembaga atau aparatur penegak hukum. Seperti, Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman. Namun, ketika keberadaan aparat penegak hukum tersebut, dirasa kurang maksimal dalam penanganan korupsi, maka perlu adanya KPK. "Di negara-negara yang sedikit sekali masalah korupsi, seperti Jepang atau Arab Saudi, maka keberadaan KPK tidak diperlukan," kata Erdi. Korupsi memiliki dampak yang sangat merusak bagi bangsa. Akibatnya, pembangunan yang tujuannya menyejahterakan masyarakat, tidak tercapai. Sebab, uang pembangunan banyak yang 'bocor' dan tidak sampai dalam bentuk pembangunan. Dampaknya, kesejahteraan tidak bisa dinikmati masyarakat. "Indikator paling jelas untuk ukur pemerintah membangun bangsa, bisa dilihat dari kesejahteraan masyarakat," kata Erdi. Ada tiga aspek dalam melihat kesejahteraan. Pertama, dari sisi personal capital income. Angka kemiskinan dilihat dari sisi pendapatan masyarakat. Kedua, diukur dari tingkat pendidikan. Ketiga, dari sisi layanan kesehatan. Penduduk Indonesia, sebagian besar adalah petani, nelayan dan buruh. Populasinya sekitar 85 persen dari jumlah penduduk. "Tapi, kebijakannya pemerintah tidak berorientasi pada mereka," kata Erdi. Ketika masyarakat bekerja, menghasilkan padi, atau menangkap ikan, biaya produksinya tidak sepadan dengan uang yang dihasilkan. Kondisi itu tentu saja membuat warga tidak bisa sejahtera. Dikutip dari KataData, menurut data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), penduduk Indonesia berjumlah 275,36 juta jiwa pada Juni 2022. Dari jumlah tersebut hanya 6,41 persen yang sudah mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi. Warga berpendidikan D1 dan D2, proporsinya 0,41 persen. D3 sejumlah 1,28 persen. S1 sejumlah 4,39 persen. S2 sejumlah 0,31 persen. S3 hanya 0,02 persen. Sampai Juni 2022, penduduk Indonesia berpendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), sebanyak 20,89 persen. Berpendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), sebanyak 14,54 persen. Warga berpendidikan SD, 23,4 persen. Belum tamat SD sebanyak, 11,14 persen. Warga tidak sekolah atau belum sekolah sebanyak 23,61 persen. Dari sisi pelayanan kesehatan, di Indonesia sudah ada Rumah Sakit, Puskesmas. Biasanya, Puskesmas melayani kesehatan di tingkat kecamatan. Puskesmas bisa melayani 4-5 desa. Ada Pustu atau Puskesmas Pembantu, letaknya di desa. Ada juga Polindes. Berdasarkan data BPS tahun 2020, Jumlah Rumah Sakit Umum di Indonesia, sebanyak 2.423 unit. Jumlah Rumah Sakit Khusus, sebanyak 536 unit. Jumlah Puskesmas Rawat Inap, sebanyak 4.119 unit. Jumlah Puskesmas Non Rawat Inap, sebanyak 6.086 unit. "Semakin hebat pemerintah melakukan pelayanan kesehatan, negara ini bisa menjadi negara maju," kata Erdi.***

Leave a comment