Izin SPBB Ditolak, Investor Laporkan Dua Pejabat Pertamina Pontianak ke Ombudsman

3 Maret 2024 09:28 WIB
Ilustrasi
PONTIANAK, inside pontianak.com - PT Putera Patra Borneo melaporkan dua pejabat Pertamina Cabang Pontianak, ke Ombudsman perwakilan Kalbar, Kamis (9/2/2023). Pelaporan itu untuk menguji keputusan Pertamina Cabang Pontianak yang menolak usulan perizinan stasiun pengisian bahan bakar bunker atau SPBB PT Putera Patra Borneo. Adapun perizinan SPBB yang diusulakan PT Putera Borneo berada di Desa Ola-Ola Kubu, Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya. Perwakilan PT Putera Patra Borneo, Hary Tri Widjianto menyebut, alasan Pertamina Cabang Pontianak menolak perizinan yang telah disampaikan tak berdasar aturan atau tak memiliki legal standing. Sementara dari sisi persyaratan, Hary memastikan pihaknya sudah melengkapi seluruhnya. Bahkan seluruh rekomendasi dari tingkat desa sampai rekomendasi Bupati Kubu Raya sudah dilampirkan. Namun, nyatanya, Pertamina Cabang Pontianak tetap tak memberi izin untuk pendirian SPBB sebagaimana yang diusulkan. Di lain hal, Hary menyebut, Pertamina Cabang Pontianak justru pernah mengeluarkan izin SPBB di Desa Kubu sekitar tahun 2013. Lokasi ini tak jauh dari SPBB yang diusulkan PT Putera Patra Borneo. Sehingga, inilah yang menjadi dasar pihak PT Putera Patra Borneo melaporkan dua pejabat Pertamina Cabang Pontianak tersebut karena dinilai subjektif atau pilih kasih dalam mengeluarkan perizinan. “Maka Kami melaporkan pejabat Pertamina. Pertama Pak Ahmad Rifky, dan satunya Pak Iqbal mengenai proses verifikasi izin SPBB yang dilakukan Pertamina cabang pontianak,” kata Hari di Kantor Ombudsman Perwakilan Kalbar, Kamis (9/2/2023). Ia berharap laporan yang telah disampaikan ke Ombudsman Perwakilan Kalbar ditindaklanjuti. Sehingga ada keadilan dan transparansi. “Kemarin, kami juga sudah bertemu dengan pihak Pertamina Cabang Pontianak, mereka tak bisa tunjukkan legal standing penolakan perizinan kita. Mereka hanya mengacu ke peraturan yang lain,” kata Hary. Bahkan menurut Hary, pihak Pertamina Cabang Pontianak juga belum pernah turun ke lapangan melakukan verifikasi lokasi SPBB sebagaimana yang dimohonkan. “Dan itu kita buktikan lewat kepala desa dan masyarakat yang berada di sana. Mereka mengatakan belum pernah didatangi pihak Pertamina,” ucapnya. Berkas Laporan Diterima Kepala Keasistenan Penerima dan Laporan Ombudsman Perwakilan Kalbar, Muhammad Ridha mengatakan, sudah menerima berkas laporan pihak PT Putera Patra Borneo. “Kita telah menerima pengaduan dari PT Putera Patra Borneo terkait penolakan izin SPBB oleh Pertamina Regional Kalimantan,” ucapnya. Berkas laporan tersebut akan dipelajari dan diverifikasi kelengkapannya. Ridha menyampaikan, hasil verifikasi berkas laporan akan disampaikan selambat-lambatnya 15 hari kerja kepada pelapor. Proses lama waktu verifikasi berkas laporan itu berdasarkan Peraturan Ombudsman Nomor 224 Tahun 2021. “Sesuai peraturan, itu 15 hari kerja. Tapi biasanya di bawah itu,” katanya. Ridha menjamin, Ombudsman akan bekerja secara profesional sesuai kewenangan dalam menangani setiap laporan yang masuk. “Kalau memang nanti itu kesimpulannya menjadi kewenangan Ombudsman, maka akan kita tindak lanjuti. Akan kita konfirmasi ke pihak yang diadukan. Tapi sekarang masih kita teliti,” tutupnya. Kepala Cabang Pertamina Pontianak, Ahmad Rifky enggan memberi tanggapan terkait laporan tersebut. Ia menyarankan, agar hal itu dikonfirmasi langsung ke Area Manager Comm, Rel & CSR PT Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan, Arya Yusa Dwicandra. Tak Masalah Sementara Arya menyatakan, tak mempermasalahkan laporan yang dilakukan PT Putera Patra Borne ke Ombudsman Kalbar. Ia menghargai upaya tersebut. “Kalau dari kami itu silakan saja. Karena adalah hak yang bersangkutan dan komisi Ombudsman juga membidangi hal-hal yang berkaitan dengan sengketa publik,” kata Arya lewat pesan WhatsApp. Ia menegaskan, Pertamina tetap pada pendirian. Dalam arti, SPBB yang diajukan pihak PT Putera Patra Borneo dinilai tak memenuhi kelayakan dan keekonomian. Sehingga izinnya tak bisa diberikan. “Selain itu, kami juga menghindari hal-hal yang berpotensi melanggar hukum serta memastikan subsidi BBM kepada masyarakat dapat tersalur dengan tepat,” ucapnya. Bagi Arya dinamika perizinan di Pertamina hal yang biasa. Persoalan komplain seperti ini tidak jarang terjadi ketika pihak ketiga ingin bekerja sama dengan Pertamina. “Dan kami dengan itikad baik selalu berkomunikasi bahkan memberikan solusi kepada pihak tersebut,” katanya. Ia pun memastikan, setiap izin yang dikeluarkan Pertamina baik SPBB dan lain sebagainya telah memiliki dasar pertimbangan yang kuat. Hal ini menjawab tudingan soal subjektifitas pemberian izin sebagaimana yang disebutkan perwakilan PT Putra Patra Borneo soal adanya SPBE yang diterbitkan pada 2013 di Desa Kubu. “Artinya, izin itu faktornya banyak ya. Kalau memperhatikan statement saya dan itu semua sudah kita sampaikan ke perusahaan terkait,” tuturnya. Arya menegaskan, Pertamina sebagai BUMN memiliki tugas sosial kemasyarakatan. Setiap BBM subsidi yang disalurkan, diinginkan harus tepat sasaran. “Jadi tidak semata kepentingan bisnis dan hanya mencari untung saja,” tutupnya. Alasan Penolakan Izin Sebelumnya, Arya telah menyampaikan dasar pertimbangan Pertamina Cabang Pontianak menolak usulan perizinan SPBB yang diajukan PT Putera Patra Borneo. Adapun alasannya sebagai berikut: Pertama, saat ini di wilayah Kecamatan Kubu telah terdapat lembaga penyalur yang masih proses pendirian (namun perizinan sudah lengkap), dan sesuai dengan program pemerintah yaitu SPBU 3T (bukan SPBB). Kedua, SPBB jika didirikan di wilayah Kecamatan Kubu berpotensi terjadi penyelewengan BBM subsidi, mengingat mayoritas di sekitar SPBB merupakan perkebunan sawit yang tidak diperbolehkan membeli BBM subsidi. Ketiga karena faktor keekonomian. Secara hitung-hitungan tidak masuk ke dalam bisnis atau usaha yang layak, baik finansial maupun pelayanan ke masyarakat. “Jadi bukan kami mempersulit izin tapi secara resmi sudah dinyatakan tidak layak kepada pengusaha, sudah pula dikirim surat pemberitahuan,” ucap Arya.***

Leave a comment