Panggung Politik di Bencana Banjir

3 Maret 2024 09:28 WIB
Ilustrasi
Banjir di Kabupaten Sambas memasuki pekan ketiga tak kunjung surut. Tapi, komentar perang urat syaraf elite politik lokal justru meninggi. Bukan debat kewenangan pengerukan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dibutuhkan masyarakat terdampak banjir. Tapi, aksi nyata pemerintah menyalurkan bantuan tepat sasaran hingga rekonsiliasi, bagaimana bencana tahunan ini tidak terus berulang.

Sudah hampir sepekan, komentar Gubernur Kalbar, Sutarmidji, meminta Kepala Balai Sungai Kalimantan I Pontianak angkat kaki, karena tidak becus mengurus banjir, lantaran nihil usulan proyek pengerukan DAS, tidak saja memantik elite politik lokal yang berseberangan pemikiran, tetapi sudah masuk arena cari panggung politik.

Sebelumnya, Sutarmidji menyebut, banjir di Sambas maupun di daerah lainnya lama surut, karena terjadi pendangkalan DAS. Akibat sudah lima tahun terakhir tak pernah ada program pengerukan. Sementara, Balai Wilayah Sungai Kalimantan I Pontianak dinilai tak pernah merespon usulan pengerukan. Sutarmidji pun berang. “Saya minta Kepala Balai Sungai yang mengurus alur sungai di Kalbar angkat kaki dari Kalbar,” ucap Sutarmidji, Selasa (7/3/2023). Ia juga mengancam akan mengambil alih program pengerukan DAS lewat penganggaran APBD Kalbar Tahun Anggaran 2024. “Terlepas itu, bukan urusan Pemda, kita anggap saja pusat sudah tak mampu,” ucapnya. Kemarahan ini, sama sekali tak direspon oleh Kepala Balai Wilayah Sungai Kalimantan I Pontianak, Pramono. Insidepontianak.com berupaya mengkonfirmasi dengan mendatangi kantornya di Jalan Ahmad Sood. Tetapi, Pramono sedang berada di luar daerah. Sementara pejabat yang lain juga tak ada yang bersedia memberikan komentar. Semua bungkam. "Mohon maaf, tidak ada yang bisa memberikan keterangan. Kabalai tidak ada. Semuanya tidak ada di tempat," kata seorang penjaga keamanan. Selain Kepala Balai Sungai, anggota DPR RI Dapil Kalbar tidak lepas dari sasaran kritik Sutarmidji, karena dianggap tak pernah bersuara meminta pemerintah pusat melakukan pengerukan DAS. Dewan PDIP Melawan Kontan saja, pernyataan Gubernur Sutarmidji mengusir Kepala Balai Sungai itu, memantik serangan balik. Bukan dari Kepala Balai Sungai yang bereaksi. Tapi, dari dua anggota DPRD Kalbar Fraksi PDI Perjuangan, Martinus Sudarno dan Niken Tantina. Soedarno keras menuding Gubernur Sutarmidji mencari kambing hitam atas persoalan banjir yang terus berulang. “Sudah lagu lama, sesuatu yang terjadi di Kalbar pasti mencari kambing hitam. Gaya pemimpin seperti apa ini?” kata Martinus Sudarno menyindir, Selasa (7/3/2023). Padahal, banjir terjadi di daerah dipengaruhi berbagai faktor. Misalnya izin konsesi sawit dan tambang, secara terus-menerus diberikan, menyebabkan daerah resapan air berkurang. Niken juga menimpali. Ia menganggap Gubernur Sutarmijdi terlalu jauh mencampuri urusan DAS Kapuas. Sebab, urusan itu kewenangan pemerintah pusat. "Selesaikan saja apa yang menjadi tanggung jawab dan kewenangan pemerintah provinsi," ucap Niken, Rabu (8/3/2023). Menurutnya, kewenangan Pemprov Kalbar bukanlah DAS Kapuas, melainkan DAS di wilayah Sungai Sambas, Mempawah, dan Pawan. Dasar aturan kewenangan ini jelas tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) PUPR Nomor 04 Tahun 2015. Di Kalbar sendiri kata Niken, total ada 15 DAS yang tersebar di tiga wilayah sungai yang menjadi tanggung jawab Pemprov Kalbar dalam pengelolaannya. [caption id="attachment_14682" align="alignnone" width="700"]Infografis - Fakta-fakta banjir Sambas. (Insidepontianak.com/Ali Poy) Infografis - Fakta-fakta banjir Sambas. (Insidepontianak.com/Ali Poy)[/caption] Berbalas Pantun Setelah ramai-ramai ribut perang analisa tentang penyebab banjir, Gubernur Sutarmidji kembali berbalas pantun. Lewat instagram pribadinya, ia menulis statemen yang menjawab kritikan politisi PDI Perjuangan itu, kurang analisa dan data. Sebab menurut Sutarmidji, berdasarkan data, banjir di Kalbar lama surut disebabkan DAS Kapuas yang dangkal, karena tak pernah dikeruk. Maka baginya, solusi mengatasi persoalan ini hanya pengerukan. “Saya bingung ada yang bilang banjir lama surut. Saya bilang, karena Sungai Kapuas yang tak dikeruk dianggap kambing hitam, kaki bukit gundul juga kambing hitam, daerah aliran sungai kita rusak dibilang kambing hitam,” tulis Sutarmidji. “Jadi solusi banjir harus pasang geobag? Jadi ngomong mbok ya pakai data dan analisa,” sambungnya. Bernuansa Politik Pengamat Politik, Universitas Tanjungpura, Syarif Usmulyadi menyayangkan sikap saling menyalahkan yang dipertontonkan antara Gubernur dan anggota dewan Kabar dengan pemangku kebijakan yang lain atas persoalan banjir ini. Menurutnya, keributan yang terjadi terkesan sudah ditarik ke panggung politik tahun 2024. Padahal, masyarakat yang terdampak banjir perlu perhatian cepat. "Banjir ini persoalan kemanusiaan. Rakyat sedang kelaparan. Harusnya Gubernur selaku pemegang komando bersinergi memenuhi kebutuhan masyarakat terdampak banjir, bukan malah saling menyalahkan, dan manjadikannya panggung politik," kata Usmulyadi kepada Insidepontianak.com, Jumat (10/3/2023). Menurut Usmulyadi, persoalan banjir di Kalbar merupakan permasalahan klasik. Terus berulang setiap musim hujan. Ironisnya, masalah ini tak pernah ada solusi. "Yang ada setiap banjir ribut," katanya. Semestinya, penanganan banjir dapat terselesaikan jika ada komitmen pemerintah daerah. Gubernur Kalbar selaku pemegang komando, mestinya berkoordinasi dengan kepala daerah dan OPD. Sebelum musim hujan datang, berbagai antisipasi harus dilakukan agar banjir tak terdampak parah. "Kumpulkan kepala daerah, pengusaha dan instansi vertikal yang punya kewenangan. Apa ni yang akan dilakukan untuk mengantisipasi banjir. Bukan sudah banjir baru ribut," katanya. Namun, dia melihat antisipasi yang dilakukan atas persoalan klasik itu tak nampak. Yang ada, hanya sikap saling menyalahkan yang dipertontonkan para elite, saat rakyat tengah butuh perhatian. Statemen berbalas pantun antara Gubernur dan anggota DPRD Kalbar, hanya akan membuat warga terdampak banjir kesal. Karena, dalam kondisi seperti ini, masyarakat terdampak banjir perlu makan, obat-obatan, dan air bersih. Semua itu, mestinya harus diperhatikan pemerintah dan wakil rakyat. "Semestinya Gubernur, Dewan berempati atas kondisi rakyat dengan turun langsung menyalurkan bantuan. Jangan tarik persoalan ini ke politik," kata Usmulyadi mengingatkan. [caption id="attachment_13559" align="alignnone" width="1280"] Bupati Satono saat tinjau kondisi banjir di Dusun Lubuk Lagak, Desa Lubuk Dagang, Kecamatan Sambas, Kabupaten Sambas, Sabtu (4/3/2023)/Foto Humas Pemkab Sambas.[/caption] Rakyat Butuh Sembako Ketua Komisi IV DPRD Kalbar, Subhan Nur juga meminta semua pihak tak saling menyalahkan atas persoalan banjir. Terpenting, bagaimana memastikan warga terdampak banjir ditangani serius dan cepat tanggap. Sebab, bencana banjir menyebabkan banyak rakyat kelaparan. Sementara data dari Pemerintah Provinsi Kalbar tak valid. Yang terjadi, tidak semua warga mendapat bantuan. Berdasarkan laporan, masih ada korban banjir belum mendapat bantuan. Seperti di Sambas. Bantuan disalurkan dari provinsi tak merata. Misalnya kebutuhan 200 yang diberi 100. “Akhirnya, kan orang berkelahi tak dapat. Untuk itu, kita mempertanyakan data BNPB. Data penanganan banjir ini seperti tak siap, beda seperti Karhutla," kata Subhan. "Jadi jangan saling menyalahkan. Tapi bagaimana aksi pemerintah untuk penanganan banjir dan pascabanjir," timpalnya. Karena banjir merupakan faktor alam, pengerukan sungai pun diyakini tak bakal menjadi solusi menghentikan banjir secara total. Sama seperti banjir Jakarta. Setiap musim hujan selalu menggenang. "Siapapun Gubernurnya tetap banjir," ujarnya. Aini (36), seorang ibu rumah tangga di Bukit Sigoler, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, alami kerugian besar dari banjir tiga pekan belakangan. Selain merendam rumah, kebun sayur dan sebagian perabot elektroniknya tak bisa diselamatkan dan rusak akibat berendam. "Seingat saya, banjir di tahun-tahun sebelumnya tidak separah ini. Dulu kaki tangga hanya acap air saja, sekarang dalam rumah air selutut. Kebun sayur semua habis tenggelam, apa lagi yang mau diharapkan," katanya lirih. Pada akhirnya, Ani dan ribuan korban banjir lainnya di Sambas dan Bengkayang butuh perhatian pemerintah. Terutama sembako dan pakaian untuk bertahan hidup dari banjir yang tak kunjung surut. (Andi/Yak/Abdul/Agus/Wati)

Leave a comment