MAKIUNANT, insidepontianak.com - Sebuah bus chiva berwarna cerah bergoyang-goyang, menggesek ranting pohon di kedua sisinya, ketika melewati jalan tanah yang sempit di pegunungan Cordillera del Condor, Amazon bagian selatan, Ekuador.
Wilayah itu terentang sekitar 150 km di sepanjang perbatasan Ekuador dengan Peru, terkenal akan kekayaan hayatinya, dan memiliki cadangan emas dan tembaga yang besar.
Logam-logam, emas dan perak, berharga itulah yang diperebutkan kedua negara selama setengah abad, hingga sebuah perjanjian perbatasan dicapai pada 1998, antara Ekuador dan Peru.
Baca Juga: Kasus Dugaan Penipuan Mantan Bupati Sambas Juliarti Diproses, Ditreskrimum Mulai Kordinasi ke Jaksa
Sekarang wilayah itu penuh dengan konflik, saat orang-orang suku Shuar berjuang melindungi tanah, hutan dan sungai mereka dari bisnis pertambangan emas dan perak di Ekuador yang menggurita.
Sejak 2019, Maikiuant, sebuah komunitas dari sekitar 50 keluarga Shuar, telah berusaha mencegah rencana Solaris Resources untuk membuka tambang tembaga di lokasi yang jaraknya hanya 7 km di Warints, komunitas Shuar lainnya.
Perusahaan Kanada itu telah membangun kamp permukiman dan mulai melakukan eksplorasi.
"Industri ini sangat mirip dengan industri lain yang telah menghancurkan dunia dengan aktivitas mereka," kata Josefina Tunki, ketua Masyarakat Arutam Shuar (PSHA) yang vokal menyuarakan penentangan terhadap pertambangan.
Baca Juga: FIFA Warning Aosiasi Bola India Segera Bentuk Pengurus Baru Berdasarkan Statuta Hindari Skorsing
Artikel Terkait
PP Muhammadiyah Menilai Ada Problem Hukum dan HAM dalam Kasus Tambang Desa Wadas Purworejo
DPR Minta Tata Kelola Tambang Pasir Laut Tidak Tumpang Tindih
Maman Abdurrahman Gerah Tambang Pasir Laut Sejak Dulu Bermasalah Usulkan Rapat Gabungan
Ajang G20, Belitung Timur Kenalkan Destinasi Wisata Tambang
Kegiatan CSR Tak Terlacak, DPRD Kalbar Panggil Puluhan Perusahan Perkebunan dan Tambang