Cukupkah Diam Sejenak Ketika Sedang I'tikaf atau Kadarnya Harus Lama? Simak Penjelasannya!

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi
PROBOLINGGO, Insidepontianak.com – Bisa dikatakan I'tikaf merupakan ibadah paling mudah. Sebab, tata cara melakukannya hanya sebatas diam di dalam masjid. Di dalam Islam sendiri, orang I'tikaf memang dianjurkan untuk melakukan ibadah seperti dzikir, shalat, atau mengaji. Akan tetapi, bila hanya dilakukan sebatas diam, orang tersebut pun sudah memperoleh kesunnahan. Secara bahasa, I'tikaf memang bermakna diam di dalam masjid. Terlepas apakah kadar berdiamnya sebentar atau lama. Sedangkan di dalam istilah (terminologi), I'tikaf mempunyai arti melakukan pendekatak kepada Allah dalam bentuk diam di dalam masjid. Melihat kedua perbandingan di atas, timbullah pertanyaan mengenai apakah ada batasan diam di dalam I'tikaf? Menjawab permasalah tersebut, Syaikh Nawawi Al-Bantani berpendapat bahwa kadar diam pada I'tikaf melebihi sedikit dari tuma'ninah di dalam shalat. و لبث ولا بد أن يزيد على قدر طمأنينة الصلاة "Rukun kedua dari I'tikaf adalah diam. Wajib (bagi mu'takif) untuk berdiam diri yang melebihi kadarnya tuma'ninah shalat," ungkapnya di dalam kitab Nihāyatu az-Zain, Sabtu (15/4). Di dalam madzhab Syafi'iyah, tuma'ninah memiliki kesamaan durasi dengan sekedar membaca سبحان الله. Bila dikonversi ke dalam hitungan detik, bacaan tasbih yang sesuai dengan aturan tajwid memiliki durasi selama tiga sampai empat detik. Mengikuti pendapat Syaikh Nawawi di atas, diam dalam I'tikaf justru harus melebihi kadar bacaan tasbih tersebut. Dengan demikian, I'tikaf bisa dinilai sebagai ibadah sunnah apabila mu'takif melakukan diam sejenak melebihi empat detik. Ungkapan Syaikh Nawawi Al-Bantani di dalam kitab Nihāyatu az-Zain itupun masih mendapatkan perdebatan. Mengikuti teks dari redaksinya, maka ummat Islam yang mengikuti pendapatnya harus tetap diam dan tidak keluyuran di dalam masjid. Berbeda lagi di dalam pandangan Imam Taqiyuddin Ad-Dimasyki, diam dalam batas I'tikaf boleh dilakukan sebentar meski dalam keadaan mondar-mandir. ولا يشترط السكون، بل يصح الإعتكاف مع التردد في أطراف المسجد “Dan tidak disyaratkan berdiam diri saja (di satu tempat), namun boleh berlalu-lalang (berpindah-pindah)Di bagian-bagian masjid yang lain.” terangnya di dalam Kifāyatu al-Akhyār, dikutip oleh tim Insidepontianak pada Sabtu (15/4). Menyikapi perbedaan pendapat di atas, diharapkan kaum Muslim memiliki sifat toleransi mengenai ikhtilaf diam di dalam pembahasan I'tikaf. Diluar konteks dua argumen di atas, I'tikaf tetap sah meski dilakukan dalam waktu singkat. Terkait tata caranya, sahabat Insidepontianak boleh memilih salah satu pendapat dua ulama' tersebut. *** Sumber: Kifāyatu al-Akhyār dan Nihāyatu az-Zain. (Penulis: Dzikrullah)

Leave a comment