Wajibkah Perempuan Istihadah Melaksanakan Puasa Ramadhan? Simak Pendapat Ulama!

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi
PROBOLINGGO, insidepontianak.com – Kewajiban puasa menyasar bagi seluruh orang yang memeluk agama Islam. Namun, dalam beberapa kesempatan, wanita malah tidak diperbolehkan melaksanakannya pada bulan suci Ramadhan. Terdapat beberapa kondisi yang malah diharamkan untuk melaksanakan puasa Ramadhan kepada perempuan. Apakah istahadah termasuk salah satunya? Di tengah masyarakat, darah yang keluar dari seorang perempuan kadang dikategoeikan haid meski sejatinya berupa istihadah. Sehingga, mereka menganggap muslimah yang alami istihadah tidak diwajibkan puasa. Anggapan yang menyerupakan darah istihadah dengan haid dan nifas merupakan penyalah gunaan definisi antara masing-masing kondisi wanita. Diketahui dari segi fiqih bahwa syarat sah puasa bagi seorang wanita adalah harus suci dari nofas dan haid. Dengan kedua pantangan tersebut, bila dia tetap memaksakan maka hukumnya adalah haram. Di dalam Islam istahadah merupakan darah yang keluar di luar batas paling lama haid. Darah ini disebut sebagai darah kotor dan orang yang mengalaminya sedang tertimpa suatu penyakit. Perlu diketahui, jangka waktu haid paling lama adalah 15 hari di setiap bulannya, baik darah yang keluar secara rutin atau berselang dalam hitungan hari di dalam batas tersebut. Bila seorang wanita mengalami pendarahan di luar waktu yang telah disebutkan, bisa dipastikan hal itu merupakan istahadah. Terkait 'pertanyaan mengenai apakah wanita yang mengalami istahadah wajib melaksanakan puasa Ramadhan atau tidak?', hukumnya sangat jelas bahwa dia harus tetap menunaikan kewajibannya di bulan suci setelah melakukan mandi wajib. ولها قراءة القرآن وإذا توضأت استباحت مس المصحف و حمله وَسجود التلاوة و الشكر و عليها الصلاة و الصوم و غيرهما من العبادات التي على الطاهر و لا خلاف في شئ من هذا عندنا قال أصحابنا و جامع القول في المستحاضة انه لا يثبت لها شئ من أحكام الحيض بلا خلاف و نقلا بن جرير الإجماع على أنّها تقرأ القرآن و أن عليها جميع الفرائض التي على الطاهر "Diiperbolehkan bagi perempuan yang istihadhah membaca Al-Qur’an. Ketika ia telah wudhu, maka diperbolehkan baginya memegang dan membawa mushaf, melaksanakan sujud tilawah dan sujud syukur. Wajib bagi perempuan istihadhah melaksanakan shalat, puasa dan ibadah-ibadah lain yang wajib bagi orang yang suci. Tidak ada perkhilafan mengenai hal ini dalam mazhab kita (Mazhab Syafi’i). Ulama Syafi’iyah berkata: “Kesimpulan tentang perempuan yang istihadhah adalah tidak tetap baginya hukum-hukum yang berlaku ketika keadaan haid dengan tanpa adanya perkhilafan ulama. Ibnu Jarir menukil adanya konsensus ulama (Ijma’) bahwa boleh bagi perempuan yang istihadhah membaca Al-Qur’an, dan wajib baginya seluruh kefardhuan bagi perempuan yang suci,” ujar Imam Nawawi di dalam al-Majmū 'alā Syarhi al-Muhadzdzab, Rabu (10/4). Pendapat Imam Nawawi ini sebenarnya memiliki kekokohan dalam sebuah dalil agama, tepatnya bersandar langsung kepada Hadits yang menyatakan wajibnya wanita istihadah melakukan puasa Ramadhan dan ibadah lainnya. أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ، سَأَلَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ: إِنِّي أُسْتَحَاضُ فَلاَ أَطْهُرُ، أَفَأَدَعُ الصَّلاَةَ، فَقَالَ: «لاَ إِنَّ ذَلِكِ عِرْقٌ، وَلَكِنْ دَعِي الصَّلاَةَ قَدْرَ الأَيَّامِ الَّتِي كُنْتِ تَحِيضِينَ فِيهَا، ثُمَّ اغْتَسِلِي وَصَلِّي “Fatimah binti Abi Hubaisy bertanya kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, ia berkata: “Aku pernah Istihadhah dan belum bersuci, apakah aku mesti meninggalkan shalat?” Nabi pun menjawab: “Tidak, itu adalah darah penyakit, namun tinggalkanlah shalat sebanyak hari yang biasa engkau haid sebelum darah istihadhah itu, kemudian mandilah dan shalatlah” (HR Bukhari). Tidak ada illat (faktor) penghalang bagi perempuan yang mengalami istahadah untuk meninggalkan puasa Ramadhan di dalam ajaran syariat. Dengan begitu, pendapat jumhur ulama' di atas mengarah kepada taklif (pembebanana hukum) puasa bagi wanita yang sedang istihadah. (Dzikrullah) Sumber: al-Majmū' 'alā Syarhi al-Muhadzdzab.  

Leave a comment