Kisah Inspiratif Babah Alun, Tentang Buya Hamka dan Ramadhan Pertama Jadi Mualaf

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi
MEDAN, Insidepontianak.com - Babah Alun atau yang dikenal juga dengan nama Jusuf Hamka ini adalah sosok dermawan yang kaya raya. Lahir dari keluarga berdarah Tionghoa dan beragama Protestan, Jusuf Hamka memilih menjadi mualaf sejak muda. Jalan yang kemudian mengenalkannya dengan puasa Ramadhan. Kenangannya pada Ramadhan pertama sejak jadi mualaf sangat melekat di hati Babah Alun. Pasalnya, pada momen itu sang ibu yang berdarah Tionghoa sangat berperan. Sementara ulama kondang, Buya Hamka, adalah jalannya menemui Islam. Itulah sebab Babah Alun kemudian bernama Jusuf Hamka, nama yang diberikan oleh mantan ketua MUI tersebut. Selain ibu yang berperan saat Ramadhan pertama, sang ayah yang juga berdarah TIonghoa, sangat membantu hingga dia bisa naik haji untuk pertama kali. "Saya masuk Islam itu gak ujug-ujug. Prosesnya panjang. Lingkungan kecil saya (di Jakarta) memang banyak yang Islam. Jadi bukan karena dapat hidayah dan langsung masuk Islam," aku Babah Alun di YouTube, CURHAT BANG Denny Sumargo, dikutip pada Senin (27/3/2023). Pada podcast yang direkam pada Ramadhan tahun lalu itu, Babah Alun yang bernama asli Jauw A Loen memang menceritakan awal mulanya menjadi Muslim. Artinya saat kecil dia sudah terbiasa terlibat dengan teman dari keluarga Muslim. Namun, bukan berarti dia langsung masuk Islam. Baru pada usia 17 tahun, ketika tinggal di Samarinda, diam-diam dia sunat. Namun, sunatnya itu di dokter dan menggunakan bius. "Oh lu mau masuk Islam, ya sudah. Jadi Islam yang baik deh," kata Babah Alun mengulang kalimat ibunya. Tentu saja respons sang ibu mengejutkan Babah Alun. Dia merasa mendapat dukungan. Tapi sekali lagi, dia tidak langsung masuk Islam, pun ketika sang ayah juga tidak menentang keinginannya. Dia baru jadi mualaf ketika berusia 23 tahun di Jakarta, tapatnya pada 1981 di rumah Buya Hamka. Masalahnya, saat itu dia belum hafal dua kalimat syahadat sebagai syarat masuk Islam. Dia pun minta waktu untuk menghafal. Buya Hamka melarang karena kalimat tersebut tidak harus dihafal dan cukup mengikuti saja. Lo kok maksa, pikir Babah Alun saat itu. "Bukan maksa, kamu harus mengerti. Barang siapa didatangi orang mau masuk Islam terus saya tunda sampai berapa hari, misalnya dia pulang dan kecelakaan terus dia meninggal, dalam arti mati kafir, maka yang berdosa adalah saya," kata Buya Hamka dikutip Babah Alun. Mendengar itu, Babah Alun paham. Maka sejak saat itu, dia pun resmi menjadi mulaf. Dia diberikan nama Muhammad Jusuf Hamka oleh ulama kharismatik yang bernama lengkap Haji Abdul Malik Karim Amrullah tersebut. Menariknya ketika menjalani Ramadhan pertama, sosok sang ibu, Siaw Po Swan atau Suwanti Suhaimi malah yang repot melayani Babah Alun. Contohnya ketika sahur, sang ibu yang sibuk membangunkan Babah Alun. Bahkan sang ibu telah memasak masakan untuk menu sahur. Ibunya itu telah lebih dulu membeli alat masak baru agar tak tercampur dengan alat masak sebelumnya. Menariknya, sang ayah Jauw To Tiang atau Dr Joseph Suhaimi, SH juga tidak ketinggal. Tepatnya ketika Babah Alun ingin ikut berangkat haji bersama seorang teman. Ketika itu tahun 1981 dan biaya haji masih sekitar 2 juta rupiah. Sang ayah langsung membuka cek. Tidak 2,5 juta, tapi 25 juta! Alasan sang yah, dana itu untuk pegangan sekaligus membayari satu teman Babah Alun yang berangkat bersama ke Tanah Suci. “Ya sudah, saya pakai uang lebih itu untuk membantu orang-orang yang tak bisa beli hewan kurban di sana, lebihnya untuk oleh-oleh," aku Babah Alun. Begitulah, Babah Alun memang menjadi mualaf tanpa penolakan keluarga. Ia tumbuh dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga Tionghoa yang cukup terpelajar. Orangtuanya tergolong moderat. "Ibu dan ayah saya itu luar biasa hebatnya toleransi beragamanya," sambungnya. Sebagai informasi Babah Alun lahir 5 Desember 1957 di Jakarta. Dia dikenal sebagai Raja Jalan Tol karena sebagian besar usahanya bergerak di bidang jalan tol melalui PT Citra Marga Nusaphala Persada. Dia pun terkait dengan sejumlah perusahaan lainnya. Pada 2018, ia sempat menjadi sorotan karena menjual nasi kuning beserta lauk-pauknya dengan harga Rp3.000 per porsi. Dia juga menyerahkan 10 hektare tanah miliknya sebagai lokasi pemakaman jenazah pasien Covid-19. Kini pengusaha yang dikenal tidak suka pamer di media sosial dengan membeli barang-barang mewah tersebut sedang berusaha untuk mewujudkan mimpi membangun seribu masjid.*** (Penulis: Adelina)

Leave a comment