Meneropong Fenomena Wibu di Indonesia: Akulturasi Budaya hingga Punya Efek Ekonomi Lokal

7 November 2022 16:01 WIB
Ilustrasi

Insidepontianak.com - Maraknya penyebaran animasi film Jepang membuat sekelompok orang membentuk komunitas tersendiri yang dijuluki dengan Wibu.

Sama halnya dengan komunitas lain, mereka kompak untuk saling bertukar informasi lewat kecanggihan teknologi. Ada banyak sekali platform penyedia informasi Wibu sebagai media untuk tetap menjaga silaturrahmi, kamu bisa mencarinya di media sosial tentang mereka.

Selain terjaganya komunikasi, mereka juga suka mengadakan event tertentu untuk berkumpul, seperti Comic Frontier (2018), C3 Anime Festival Asia Jakarta (2018), Battle of The Toys (2018) , POP Con Asia (2018), dan lain-lain.

Baca Juga: 4 Fakta Menarik yang Terjadi pada Tubuh Kita Saat Berciuman, Jomblo Skip Saja!

Dengan mengadakannya event besar seperti itu, mereka juga mensupport tentang perekonomian antara komunitas atau member. Keterkaitan satu sama lain antara mereka pastinya sangat membawa dampak positif.

Kemunculan kata Wibu di Indonesia bisa dilacak ketika berbagai macam produk manga dan anime membanjiri Indonesia pada tahun 2000-an.

Tapi dibalik semua kemeriahan event dan kostum Wibu, ternyata terdapat sisi gelap penggunaan istilah tersebut, lebih-lebih di masa lalu kata tersebut pertama kali digunakan.

KBBI online mengartikan Wibu sebagai 'seseorang yang terobsesi dengan budaya dan gaya hidup orang Jepang.' Definisi tersebut mengisyaratkan kepada kita tentang seseorang yang sangat mengidolakan segala hal yang berbau Jepang.

Pada mulanya Wibu adalah ucapan yang berkonotasi ejekan kepada setiap individu, secara garis keras memiliki kefanatikan terhadap budaya Jepang.

Menurut Debra Hidayat dan Zenggra Hidayat, dalam penilitiannya yang berjudul 'Anime as Japanese Intercultural Communication: A Study of the Weeaboo Community of Indonesian Generation Z and Y' (2020), Wibu (weaboo) ialah istilah untuk mengejek orang non-Jepang yang tidak mengerti tentang kebudayaan Negeri samurai tersebut, namun ketertarikannya sangat tinggi.

Weaboo (Wibu) berasal dari kata 'weeb' yang merupakan singkatan dari 'wannabe a japanese'. Olokan ini pastinya menyasar perindividu yang ingin merubah ethnik asalnya menjadi ke Jepang-Jepangan.

Secara khusus, ejekan ini ditujukan kepada setiap individu yang memiliki karakteristik tentang kesukaannya terhadap cewek Jepang yang imut dan lucu, alias para fans CGDCT (cute girls do cute things) di anime atau manga.

Namun kini, dari sebuah istilah negatif sudah berubah menjadi kultur positif akibat solidaritas diantara para Wibu.

Debra dan Zenggra lebih lanjut menjelaskan apabila komunitas ini muncul di suatu wilayah lain, yang mana budaya tertentu lebih mendominasi, kata Wibu bisa saja menjadi stigma negatif.

Beruntungnya, di Indonesia yang mempunyai semboyan Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tapi tetap satu jua), bisa menerima kehadiran budaya Wibu. Dalam masyarakat multikultur komunitas pecinta anime sangat mendapatkan angin segar ketika mengekspresikan identitasnya.

Berbeda lagi bila wilayah tertentu yang mana budayanya suka mendominasi kultur lain, bisa dipastikan komunitas Wibu akan tersingkirkan, seperti awal mula konteks istilah tersebut muncul dan berkonotasi merendahkan.

Baca Juga: OPPO A58 5G Dilengkapi Chipset Snapdragon 778G Plus? Berikut Spesifikasinya

Tanpa dinafikan, di suatu daerah sifat intoleransi terhadap para fans anime bisa saja terjadi, sehingga Wibu hanya menjadi subkultur dalam ruang gerak sempit.

Dampak sosial yang mereka berikan kepada suatu komunitas lain sangatlah banyak, seperti akuturasi fashion, bahasa, dan budaya. Ini semua bisa memberi nilai positif baik kepada perindividu, ekonomi dan sosial.

Semuanya kembali kepada diri masing-masing yang harus bisa saling menghormati. Jadi tetap saling respect ya, akhir kata mimin cuman mau bilang Otagai o sonchō shite, mata aimashō, sayōnara!***

Tags :

Leave a comment