JENIN, insidepontianak.com - Penembakan jurnalis Al Jazeera, Shireen Abu Akleh, membawa duka dan kesedihan bagi banyak orang. Terutama bagi yang mengenalnya. Dia dikenal sebagai jurnalis yang profesional.
Abu Akleh merupakan warga negara Palestina-Amerika. Dia merupakan salah satu koresponden lapangan pertama Al Jazeera. Dia bergabung dengan jaringan tersebut pada tahun 1997.
Suasana duka dan duka memenuhi kantor Al Jazeera di pusat kota Ramallah saat berita itu menyebar dengan cepat. Puluhan rekan, sesama jurnalis, teman, dan tokoh Palestina berdatangan, termasuk pejabat Hanan Ashraw dan Khalida Jarrar.
Baca Juga: Jurnalis Al Jazeera, Shireen Abu Akleh Ditembak Pasukan Israel
Anggota parlemen Palestina Khalida Jarrar mengatakan, Abu Akleh adalah suara rakyat Palestina dan dibunuh oleh "kejahatan kolonialisme dan pendudukan Israel".
“Shireen selalu menjadi suara saya dari sel penjara,” kata Jarrar kepada Al Jazeera, seraya menambahkan bahwa sebulan setelah penahanan terakhirnya oleh Israel, Shireen adalah orang pertama yang dia lihat di sidang pengadilannya.
“Shireen adalah suara kami. Ini tidak bisa dipercaya. Ini adalah kejahatan, semuanya jelas – penargetan yang disengaja dan langsung. Dia menjadi sasaran. Sudah jelas,” kata Jarrar.
Salah satu mantan rekan Abu Akleh, Mohammad Hawwash, yang mengenalnya selama lebih dari 25 tahun, mengatakan bahwa dia adalah “wartawan sejati”.
Baca Juga: Jokowi Tegaskan Komitmen Indonesia Dukung Perjuangan Palestina
Artikel Terkait
Kasus Pembunuhan Jurnalis Bernas Udin, 25 Tahun Belum Tuntas
RUU Pelindungan Data Pribadi Berpotensi Jerat Jurnalis, Kok Bisa?
Beritakan Korupsi, Jurnalis Asrul Divonis 3 Bulan Penjara
Jurnalis Insidepontianak.com Raih Juara Pertama Gojek-AMSI Indonesia
Serangan Rusia pada Menara TV di Kyiv Tewaskan Jurnalis