YOGYAKARTA, insidepontianak.com - Ketiadaan akses terhadap pendidikan menyebabkan waria terjebak praktik prostitusi. Tidak banyak pilihan pekerjaan yang bisa dilakoni waria.
Menurut Ketua Waria Yogyakarta, Kusuma Ayu, banyak dari anggotanya kabur dari rumah di usia remaja. Mereka kabur karena dipaksa keluarga menjadi lelaki tulen.
Akibatnya, banyak dari waria putus sekolah. Mereka tidak bisa melanjutkan sekolah karena institusi pendidikan juga hanya mengakui 2 gender (lelaki atau perempuan).
Rendahnya tingkat pendidikan membuat waria kesulitan mendapat pekerjaan layak. Profesi yang tersedia biasanya menjadi pekerja seks komersial (PSK), pengamen, atau pekerja salon.
“Pendidikan juga tidak bisa. Banyak waria tidak berpendidikan tinggi. Sehingga pekerjaan yang ada pekerja seks, pengamen, dan pekerja salon,” kata Kusuma Ayu, saat diksusi online “Potret Pelanggaran HAM dan Praktik Baik Kelompok Minoritas di DIY dan Jawa Tengah,” Senin (25/4/2022).
Waria yang bekerja sebagai PSK dan pengamen hidup jauh dari sejahtera. Mereka diburu Satpol PP karena dianggap mengganggu ketertiban.
“Hidup mereka tidak sejahtera dan tidak layak. Terutama PSK dan pengamen, risiko razia. Perda Yogyakarta menyatakan pengamen termasuk gelandangan dan pengemis,” kata Kusuma Ayu.
Padahal kata Kusuma Ayu, waria yang mengamen bukan gelandangan. Mereka punya tempat tinggal dan tidak hidup menggelandang.
“Alasan ditangkap karena masyarakat merasa terganggu. Kami sudah audiensi dengan Dinas Sosial tapi selalu gagal.”
Mereka yang tertangkap petugas lalu ditahan 1 sampai 3 bulan tanpa proses peradilan. Selama dalam penampungan kebanyakan mereka didiskriminasi karena statusnya sebagai waria.
“Waria tombak utama dari LGBT. Mereka yang paling tersorot. Teman yang lain masih bisa tiarap, aman. Waria menjadi sangat rentan terhadap diskriminasi,” ujar Kusuma Ayu. (*)